SALAH satu hal yang paling menggelisahkan ditengah masa pandemi seperti ini adalah makin banyaknya masyarakat yang kian percaya dengan teori konspirasi. Tentu hal ini bukan kegelisahan pribadi saya yang enggan memandang dunia dengan sisi yang berbeda dari kebanyakan orang. Namun berdasarkan beberapa studi yang menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus, teori konspirasi bisa membahayakan nyawa.
Yang menjadi menarik adalah, mengapa banyak orang mempercayai teori konspirasi di masa pandemi ini ?
Dalam kondisi krisis, ketidakpastian menjadi lahan subur sebuah teori konspirasi. Manusia jelas membutuhkan sebuah jawaban dan informasi atas apa yang menjadi rasa penasaran dibenak masing-masing. Informasi ini kemudian kemudian digunakan sebagai sebuah acuan dalam pengambilan keputusan.
Masalahnya, ketidak pastian bukan hanya menjadi dilema masyarakat. Media arus utama, pemerintah, dan berbagai otoritas yang bertanggung jawab pun menuai kebingungan dalam kondisi ini. Pernyataan-pernyataan konyol dari pemerintah juga turut memberi ruang bagi teori konspirasi agar bisa tumbuh subur ditengah kebingungan masyarakat.
Dengan menyusun keping-keping fakta yang seolah logis yang sebenarnya hanya otak-atik gatuk, para pengasong teori konspirasi berhasil menyisipkan kepercayaan ditengah ruang kosong kebingungan publik.
Karena itulah kata-kata kunci yang digunakan oleh para pengasong teori konspirasi mudah dipetakan. Dalam konteks pandemi COVID-19, misalnya, salah satu konspirasi menyebut bahwa virus ini adalah bikinan Bill Gates dan World Health Organization (WHO) yang merupakan bagian “elite global”.
Di Indonesia, kata kunci “elite global” mungkin tidak terlalu signifikan dampaknya bagi banyak orang. Namun, cobalah mengganti elite global dengan “aseng”, “PKI”, atau “Cina”, orang akan lebih mudah mengiyakan karena dalam kata kunci tersebut sudah ada pre-text yang tersimpan dalam sejarah sosial politik di Indonesia.
Dalam kondisi seperti ini, tentu kekayaan literasi sangat berperan penting untuk membendung liarnya arus teori konspirasi yang tentu akan berdampak pada psikologi publik. Selain itu, tentu peran media arus utama sangat diperlukan dalam hal memasok informasi dan kepercayaan publik.