Logika Sembrono Jaksa Kasus Novel Baswedan

PEKERJAAN seorang Jaksa Penuntut Umum pada prinsipnya sebenarnya cukup simple dan sederhana. Yakni, mampu selalu suudzon alias berprasangka buruk terhadap terdakwa dalam sebuah kasus. Jika pada umumnya asas terdakwa adalah praduga tak bersalah, maka sudut pandang Jaksa Penuntut Umum haruslah terbalik, yakni praduga bersalah.

Hal tersebutlah yang menjadikan langkah Jaksa Penuntut Umum yang menuntut dua polisi penyerang Novel Baswedan dengan ancaman 1 tahun penjara dianggap sebagai sebuah langkah revolusioner dan sangat kekinian dalam dunia yang fana ini.

Jika pada umunya, Jaksa memberi dan akan memilih pasal-pasal yang memberatkan, disini justru memilih tuntutan yang remeh temeh dan meringankan. Bagaimana tidak? Alasan super-menarik dari jaksa yang hanya menuntut ringan dua polisi penyiram air keras ke wajah Novel Baswedan adalah karena ada faktor ketidaksengajaan.

Ada sebuah pernyataan resmi dari jaksa yang sangat ajaib dalam kasus tersebut. Salah satunya adalah “Terdakwa tidak pernah menginginkan melakukan penganiayaan berat,” Disitu dikatakan tidak pernah menginginkan. Ajaib bukan?

Tidak menginginkan di sini artinya terdakwa tidak punya niat jahat untuk menyakiti Novel Baswedan. Barangkali dalam perspektif jaksa: dua polisi penyiraman ini memang melakukan tindak kejahatan, namun sebenarnya bukan niat buruk.

Apalagi ada kata “tidak pernah”, yang artinya si polisi tidak punya rasa kebencian sama sekali dengan Novel sepanjang hidupnya. Kata ini juga merepresentasikan bahwa dua polisi ini di mata jaksa cukup bersih, karena bahkan sejak dari “keinginan” pun tidak ada dorongan menyakiti.

Menyebut kasus ini sebagai sebuah faktor ketidaksengajaan jelas sebuah statemen sembrono. Kasus seberat itu dibilang tidak sengaja? Tidak sengaja ndasmuuu…

Previous post Modus Pendataan Bansos ,Oknum Ketua RT Cabuli Anak Usia 5 Tahun
Next post Personel Setwan Ramai-ramai Jaga Imunitas Tubuh

Tinggalkan Balasan

Social profiles