Bangunan Lama Pasar Gabus, Lengkap dengan Tradisi Budaya Masa Lalu

SAMIN-NEWS.com, PATI – Salah satu los cukup panjang dengan konstruksi bangunan lama  di mana materialnya menggunakan kayu jati gelondong (utuh), selain di Pasar Gembong, di Desa / Kecamatan Gembong, Pati, ternyata masih terdapat di Pasar Desa / Kecamatan Gabus. Jika Pasar Gembong statusnya adalah Pasar Daerah, maka Pasar Gabus adalah Pasar Desa yang sebelumnya sebagai Pasar Pembangunan.

Terlepas dari status masing-masing, tapi dari salah satu losnya yang menggunakan material kayu jati gelondong, umurnya dipastikan sudah lebih dari 75 tahun karena pasar tersebut dibangun pada masa pemerintahan Kolonial Belanda. Dengan demikian, sudah semestinya jika ada yang berpendapat bahwa pasar itu sudah selayaknya statusnya menjadi bangunan cagar budaya, mengingat umurnya sudah di atas 50 tahun lebih.

Sedangkan satu hal cukup menarik khusus Pasar Gabus, kata beberapa pedagang di pasar desa tersebut, adalah tradisinya yang secara turun temurun tetap berlanjut hingga sekarang, yaitu dalam trtadisi bersih desa atau ”Sedekah Bumi” di dalam pasar tetap digelar pertunjukan wayang kulit di siang hari. ”Akan tetapi sampai jam 10 lebih ini, kami belum mendapat kabar dari pengelola pasar ada acara sedekah bumi atau tidak,”ujar salah seorang di antara pedagang, Ny Tin.

Biasanya, lanjut dia, acara sedekah bumi berlangsung di bulan Apit (Jawa), dan ”Danyang” yang mbahureksa pasar adalah Mbah Serambi yang tiap acara ritual khajat bumi ini harus disertai pertunjukan wayang kulit di dalam pasar. Di Gabus sendiri sedikitnya ada 9 sesepuh desa yang hidup pada masanya, dan sampai sekarang masih tetap  berlanjut tradisi dalam memperingatinya.

Masih berkait dengan sesepuh Mbah Serambi di Pasar Gabus, selama ini atau secara turun temurun juga berlaku tradisin ritual, yaitu pengantin yang asli kelahiran ngabus, baik laki-laki maupun perempuan harus keliling pasar dengan membawa kolak ketan. Hal itu harus dilakukan setelah ijab qobul, baru berlanjut dipertemukannya dua pengantin.

Dengan demikian, jika pengantinnya laki-laki dan perempuan berasal dari satu desa maka keduanya secara terpisah harus melakukan keliling pasar, dan jika yang meminang dan dipinang, di mana mereka harus berada di daerah lain maka yang melaksanakan keliling adalah keluarganya dengan membawa pakaian pengantin yang bersangkutan, asli kelahiran Gabus. ”Sampai sekarang, tradisi tersebut tetap dilaksanakan oleh masyarakat setempat, termasuk menggelar pertunjukan wayang kulit di dalam pasar,”imbuh Ny Tin.

Previous post Lawak Sesat Kalung Anti Virus Corona
Next post Akibat Pandemi, DAK hingga DD Anggaran Dipangkas Pusat

Tinggalkan Balasan

Social profiles