SAMIN-NEWS.com, PATI – Stunting merupakan persoalan serius yang mengancam generasi penerus bangsa dan masih terdapat kasus stunting di beberapa desa di Kabupaten Pati. Bahwa Desa Langenharjo, Kecamatan Margorejo, Pati disebutkan termasuk sebagai desa stunting oleh pemerintah setempat baru-baru ini.
Merespon persoalan yang tidak remeh itu, Pemdes Langenharjo sendiri telah mengupayakan agar balita yang baru lahir itu diupayakan tidak terkena stunting. Berbagai langkah masif diciptakan dengan tujuan menekan angka stunting pada ruang lingkup desa.
“Secara prinsipnya kader (relawan posyandu) yang lebih memahami detail. Secara teknisnya, kami telah membuat sejumlah langkah untuk menangani stunting, yang mana desa Langenharjo disebut desa stunting,” ungkap Kasi Pembangunan Desa Langenharjo Ngusman saat dikonfirmasi Saminnews, Jumat (24/7/2020).
Stunting (pendek) merupakan gangguan pertumbuhan yang disebabkan karena adanya ketidakcukupan asupan zat gizi . Dampak buruk akibat stunting jika tidak segera diatasi adalah gangguan pertumbuhan fisik, gangguan metabolisme tubuh, imunitas rendah, serta terganggunya perkembangan otak.
Dampak jelas akibat stunting itu akan terus berjalan dari waktu ke waktu. Untuk itu, peran pemerintah desa yang notabenenya sebagai pemerintahan terdekat dari warga penderita kanker itu harus diperhatikan betul. Bukan perhatian dalam kecukupan zat gizi, namun perlu sarana pendukung harus disiapkan segera.
“Progam terkait pencegahan stunting itu sudah dijalankan. Mulai dari penganggaran yang diambil dari Dana Desa untuk keperluan penyediaan pos stunting, pos balita, maupun pos secara umum untuk kesehatan masyarakat,” jelas Ngusman.
Adapun anggaran DD yang diambil desa Langenharjo untuk pencegahan stunting hampir 90 juta. Itu digunakan untuk memaksimalkan dan membesarkan pos ibu hamil. Hal tersebut guna mengoptimalkan fasilitas kesehatan tersebut. Diperhatikan mulai dari ibu hamil, terkait pemenuhan asupan gizi.
“Ada juga pelatihan bagi kader pembuatan menu gizi. Yaitu pemberian makanan tambahan (PMT) untuk balita terkait asupan gizi,” tambahnya.
Tentunya, kader dalam praktik sosialisasi kepada masyarakat khususnya wanita hamil ataupun orang tua terdapat kendala. Yang bisa saja terkait pengetahuan pemahaman dari kader itu sendiri dalam memberikan edukasi.
“Karena itu perlu diadakan kegiatan refresing, penyuluhan, dan pelatihan kader untuk meningkatkan ketrampilan kader dalam mengukur dan menentukan status gizi balita sehingga pelayanan kader optimal,” pungkasnya.