Pedihnya Guru dan Orang Tua yang Tak Mau Salah

BEBERAPA waktu yang lalu, di linimasa media sosial netizen ramai membicarakan salah seorang warga asal Kabupaten Garut yang dilaporkan lantaran unggahan status facebooknya yang dinilai melecehkan dan menydutukan profesi guru.

Dalam unggahannya, akun bernama Dede Iskandar menyebut bahwa negara memberikan gaji buta kepada guru saat pandemi corona. “Nagara ngagajih buta ieu mah hayoh we sakola di liburkeun, kudunamah guru nage ulah di gajih meh karasaeun sarua kalaparan (negara kasih gaji buta, terus saja sekolah diliburkan, harusnya guru juga jangan digaji supaya ikut merasakan kelaparan),” tulisnya dalam unggahan tersebut.

Tidak lama setelah tangkapan layar status facebook tersebut tersebar, para guru menunjukkan kemarahannya atas unggahan akun facebook tersebut. Bahkan kasus tersebut akhirnya dilaporkan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Garut, mereka menganggap bahwa kalimat dari unggahan tersebut sangat melecehkan profesi guru. Terlebih dalam kondisi pandemi seperti ini, guru seolah dipaksa harus mampu bertransformasi menjadi tenaga pengajar yang menguasai metode pembelajaran daring yang serba mendadak dalam penyelenggaraannya.

Berkaca dari kejadian tersebut, sudah seharusnya para orang tua lebih mawas diri dan bijak dalam menanggapi keadaan seperti ini. Padahal jika mengacu kepada hal yang lebih substantif, mendidik anak untuk menjadi  pribadi yang baik adalah tanggung jawab orang tua. Namun selama ini, seolah orang tua menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak secara penuh kepada sekolah dan tenaga pengajar.

Jika kita mau sedikit bergurau, coba saja tengok keseharian rata-rata orang tua siswa sebelum masa pandemi. Rangkaian cerita akan dimulai dengan anak berangkat dan belajar bersama guru di sekolah, sementara orang tua mereka pergi bekerja atau bahkan ngerumpi  asik dengan tetangga dan sedikit melupakan tanggung jawab mereka untuk mendidik anak.

Jika anda kolot, pasti anda akan menjawab pernyataan tersebut dengan ungkapan bahwa orang tua bekerja juga dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga termasuk biaya pendidikan anak. Jawaban tersebut bukan hal yang salah, namun bukankah seharusnya kita juga mau menyadari bahwa terkait pendidikan anak, peran guru dan orang tua seharusnya berjalan seiring dan harmonis. Bukan malah menyalahkan guru ketika pembelajaran daring seperti ini merepotkan semua pihak.

Jika saya tokoh antagonis, mungkin saya akan mengumpat dan berkata “Rasakno, saiki ngerti to rasane ngajari bocah sing dedel lan orak mudengan?”.

Previous post Harga Lahan Tambak Kawasan Pulau Seprapat Melonjak Tajam
Next post Untuk Konstruksi Kolam Tambat Kapal Masih Harus Dilakukan Pengerukan

Tinggalkan Balasan

Social profiles