SELAMA masa pandemi ini, berbagai bentuk bantuan sosial dikucurkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Seperti biasa, dimana ada anggaran disitu juga ada kecurangan. Begitu juga dengan bansos, tentu berbagai tindak kecurangan juga menjadi sorotan dalam penyaluran program tersebut.
Beberapa bulan lalu, Bupati Klaten Sri Mulyani menjadi sorotan karena bantuan hand sanitizer dari Kementerian Sosial ditempelkan gambar dirinya. Publik nasional pun menyoroti dan menyayangkan hel tersebut.
Yang terbaru, kasus terjadi di Kabupaten Pati, Bantuan Sosial Non Tunai (BSNT) yang diberikan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) diduga tidak layak. Mulai dari makanan olahan kaleng yang tanggal kadalursa dan kode produksinya ditulis tangan, hingga beras yang tidak layak konsumsi.
Pihak Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah pun sudah terjun ke lapangan untuk melakukan pengecekan secara langsung. Tentu hal seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, selain melanggar hukum tentu hal seperti ini juga berbenturan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Menurut salah satu Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun, ia menyebut bahwa seharusnya memang perlu adanya pengawasan bansos untuk menghindari kebocoran dan penyalahgunaan.
“Agar tidak berulang seperti itu maka diperlukan semacam Gugus Bantuan Sosial Nasional (GBSN) dengan manajemen bantuan sosial yang modern di bawah koordinasi Menteri Sosial Republik Indonesia,” ungkapnya.
Dia menggambarkan, badan pengawas tersebut akan mengawasi penggunaan APBN dan APBD serta mengontrol dengan baik prosesnya untuk menghindari kepentingan pribadi yang berpotensi menumpangi penyaluran bansos.
Kasus serupa sebenarnya banyak terjadi di Indonesia, tentu bukan hanya kasus Klaten dan Pati saja. Hanya saja, tidak semua temuan kasus penyalahgunaan bansos terekspos oleh media. Seperti di Pati, kabar tentang penyalahgunaan ini juga tidak banyak muncul diberbagai media pemberitaan.
Hanya segelintir media saja yang mengungkap kejadian tersebut, lain sisanya hanyalah berisi klarifikasi dari pihak penyedia barang yang menjadi poros permasalahan tersebut. Disini seharusnya, semua dinas terkait maupun media berperan aktif dalam menyoroti dan menyelesaikan permasalahan yang ada.
Jika dinas dan media yang ada di Kabupaten Pati enggan mengendus permasalahan ini, bukan mustahil permasalahan yang terjadi akan hilang terbawa angin begitu saja.