SUDAH 16 Tahun berlalu sejak Munir dibunuh, namun hingga kini siapa aktor intelektual dibalik kasus tersebut masih belum juga terungkap dengan terang. Bahkan para aktivis khawatir jika kasus tersebut akan kadaluarsa dan ditutup begitu saja.
Tapat 7 September kemarin adalah peringatan 16 tahun terbunuhnya aktivis dengan nama lengkap Munir Said Thalib. Dalam jagat media sosial, masyarakat, aktivis, maupun penggerak isu HAM ramai menyuarakan dukungannya terkait penyelesaian kasus yang sudah lama tak jelas ujung pangkalnya.
Munir diracun menggunakan arsenik dalam penerbangan menuju Amsterdam, Belanda pada 7 September 2004. Sudah 16 tahun berlalu sejak insiden biadab tersebut terjadi, namun sampai sekarang, kasus pembunuhan Munir belum menemukan kejelasan penuh.
Mantan terpidana kasus pembunuhan Munir Pollycarpus Budihari Priyanto sendiri sudah bebas pada akhir Agustus tahun 2018 lalu setelah menjalani 8 tahun dari 14 tahun masa hukumannya. Kendati demikian, belum juga diketahui siapa dalang utama pembunuhan Munir.
Di berbagai platform media sosial, banyak pihak yang menyampaikan kekhawatirannya. Bahkan para aktivis yang tergabung dalam Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) pun mendesak pemerintah agar segera menyelesaikan kasus tersebut mengingat dua tahun lagi kasus tersebut sudah memasuki masa kadaluarsa.
Jika kasus tersebut kadaluarsa dan akhirnya ditutup, berarti otak dari pembunuhan keji Munir bakalan bisa bebas melenggang selama-lamanya tanpa pernah tersentuh oleh hukum Indonesia.
Yahh, semoga saja kasus keji ini segera ditangani serius oleh pemerintah. Jangan sampai anggapan masyarakat yang menyebut bahwa pemerintah memang sengaja tidak menyelesaikan kasus Munir justru menjadi kenyataan. Isu kemanusiaan sudah seharusnya pemerintah hadapi dengan naluri manusia juga, bukan dengan naluri maupun insting-insting yang lain. Jan-jane asline pemerintah ki menuso po “Atom” ??