Saat musim kemarau seperti sekarang banyak upaya yang dilakukan oleh warga untuk menata areal persawahannya yang semula dianggap tandus, kemudian dikeruk memnggunakan alat berat jenis ekskavator yang biasanya menggunakan jasa pihak ketiga, di mana pihak yang menyediakan alat berat tersebut tentu harus memberikan imbalan tanah dari lahan yang dikeruk, dan biasanya diangkut ”dump truck” yang sudah antre mengelilinginya, kemudian material tanah tersebut dijual ke pihak lain yang membutuhkan. Atau bahkan kadang juga ada tetangga dari satu desa yang membutuhkan tanah dari garukan areal persawahan tersebut untuk mengurukan halaman depan maupun samping rumahnya, tapi apa yang terjadi di balik semua itu justru hal tersebut kadang-kadang memunculkan permasalahan karena baik pemilik lahan dan operator alat berat dianggap melakukan kegiatan penambangan galian C.
Dengan demikian, untuk melakukan kegiatan tersebut pihak kepolisian biasanya mengambil langkah-langkah, di antaranya adalah menghentikan kegiatan tersebut karena yang jelas kegiatan yang berlangsung di areal persawahan itu tehtu tidak mengantongi izin, apalagi yang benar-benar melakukan penambangan galian C di beberapa lokasi di Pati juga belum tentu mengantongi izin resmi dari pihak yang berkompeten. Padahal, alat-alat berat ini tiap hari beroperasi mengangsir kawasan perbukitan, pinggir alur kali maupun di tempat-tempat lain yang bisa menghasilkan uang tanpa harus mempedulikan kepentingan lingkungan tapi juga terjadi pembiaran, sehingga wajar jika mereka yang menggali areal persawahan dengan dalih untuk menata lahan sering terjadi benturan kepentingan dan latar belakang.
(Foto:SN/aed)