SAMIN-NEWS.com, PATI – Maksud awal diserahkannya fasilitas Bendung Widodaren Jaken kepada pihak berkompeten, yaitu Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) Seluna Kudus, tentu agar lebih maksimal pengelolaannya. Akan tetapi yang terjadi saat ini justru sebaliknya, bendung tersebut semakin tak terurus, sehingga para petani di wilayah Kecamatan Jaken dan Kecamatan Batangan, selalu menghadapi kesulitan mendapat air dari bendung untuk bercocok tanam.
Dengan demikian, untuk keperluan tersebut, para petani tetap kembali bergantung kepada kemurahan alam, yaitu tadah hujan. Hal tersebut juga akan semakin terseok, karena pemerintah yang sedang membangun Bendung Randugunting yang wilayahnya masuk Kabupaten Rembang, dan Blora, Pati pun tidak akan mendapatkan nilai tambah apa-apa, meskipun secara teknis sebenarnya air dari Waduk Randugunting sebenarnya bisa digunakan untuk menyuplai air di Bendung Widodaren.
Terlepas dari hal tersebut, kata Ketua Gabungan (G)-P3A Bendung Widodaren, Zamahsari, seharusnya pihak yang berkompeten, yaitu BPSDA Seluna di Kudus tanggap dengan kondisi tersebut, bukan sebaliknya. ”Sebab, infrastruktur yag ada mulai dari hulu hingga hilir baik itu saluran primer, skunder sampai saluran tersier sama sekali tidak terurus,”tandasnya.
Padahal, lanjutnya secara organisatoris pihak yang menangani masalah perairan ini, namanya Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3a) dan juga Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (G-P3A) Bendung Widodaren itu ada. Sedangkan dia sendiri kedudukannya sebagai Ketua G-P3A bersama perseonel pengurus lainnya juga dibentuk berdasarkan Surat-Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah.
Pembentukan wadah tersebut berlangsung sejak era 1990-an, tapi tidak pernah diberi pembinaan sehingga pihaknya bersama pengurus pun melangkah berdasarkan inisiatif sendiri. Karena hal itu sudah berlangsung bertahun-tahun, maka dampak yang terjadi upaya untuk mengelola air dari bendung tersebut sudah seperti ibarat hidup segan mati tak hendak.
Ditambahkan, untuk Bendung Widodaren lokasinya berada di Desa Sumberejo, Kecamatan Jaken yang semula diharapkan mampu mengairi areal persawahan sekitar 3.500 s/d 4.000 hektare, baik di wilayah Kecamatan Jaken dan Kecamatan Batangan, sehingga kehadiran bendung ini di era Tahun 1970-an sebenarnya cukup menjanjikan.
Seiring berjalannya waktu, kondisi Bendung Widodaren tidak semakin memberi harapan kepada para petani, justru kondisinya kian tak terurus. ”Karena itu harapan tersebut pun tinggal harapan, karena sampai sekarang tidak pernah bisa diwujudkan,”ujarnya.
Terpisah salah seorang Mantri Pengairan yang bertugas di Bendung Widodaren, Sumito, sama sekali tidak tahu kapan untuk bendung tersebut dialokasikan anggaran untuk meningkatkan sarana dan prasarananya. ”Apa karena kondisi masa pandemi Covid-19 ini, sehingga Bendung Widodaren belum bisa dilakukan normalisasi,”ungkapnya.