SAMIN-NEWS.com, PATI – Peran perempuan di Nusantara atau Hindia Belanda pada masa kolonial telah terdoktrinasi nilai-nilai yang dibawa bangsa Barat. Keberadaan kaum perempuan dianggap sebagai pelengkap umat laki-laki sebagai pemimpin dalam hampir segala bidang.
Eksistensi perempuan hanya berperan dalam ranah domestik atau rumah tangga. Sebab, hal ini dipengaruhi oleh pemerintah barat dengan powernya (kekuatan, red) yang berkuasa pada masa itu. Nilai-nilai oleh bangsa kolonial ini menjadi semacam sesuatu yang berharga oleh kalangan elit barat serta diadopsi oleh kalangan elit pribumi.
Hal tersebut diungkapkan oleh anggota dewan DPRD Kabupaten Pati, Muntamah menanggapi pertanyaan Saminnews terhadap peran Pemberdayaan perempuan. Dimana pihaknya mengaku peran perempuan pada masa kolonial termarginalkan atau dipinggirkan dipandang sebelah mata.
“Pergeseran peran perempuan tidak hanya terjadi di sektor eksternal keluarga, bahkan banyak peran-peran domestik perempuan yang juga mengalami pergeseran nilai,” ujarnya, Senin (16/11/2020).
Nilai-nilai kearifan lokal Indonesia mengalami pergeseran yang cukup besar pada masa Kolonial, tak terkecuali nilai-nilai peran perempuan. Degradasi ini tak lepas dari pengaruh kolonial barat yang menguasai di Nusantara.
Nilai-nilai lokal yang semula menjadi nilai yang diikuti oleh mayoritas masyarakat Indonesia, harus menyesuaikan diri dengan nilai yang dibawa oleh kaum kolonial Belanda dan bagi banyak kalangan elit lokal dianggap lebih bergengsi dari nilai-nilai lokal yang telah ada.
Nilai kolonial ini mengajarkan bahwa perempuan terhormat harus memiliki peran domestik yang dominan. Perempuan terhormat harus selalu berada di rumah untuk menemani suami dan anak-anaknya di rumah karena pasangannya sudah mampu mencukupi segala kebutuhan hidupnya.
“Sebaliknya perempuan yang memiliki peran di luar rumah hanya merupakan perempuan udik, kampungan, atau perempuan yang berasal dari keluarga yang kekurangan sehingga harus berperan di luar rumah,” tandasnya. (ADV)