TENTU rasanya sungguh tidak berlebihan ketika beberapa pihak menganggap “dagelan” mengenai wacana masa jabatan presiden 3 periode perlu dikaji ulang. Kabar tersebut mendadak mencuat lantaran Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut bahwa wacana tersebut akan dikaji dan dibahas di Komisi II yang membidangi pemerintahan.
Pernyataan Puan tersebut nampaknya menjadi salah satu tindak lanjut dari perkataan Wakil Ketua MPR, Arsul Sani yang menyebut bahwa ada usulan perubahan terkait masa jabatan presiden. Masa jabatan presiden diusulkan berubah menjadi satu kali saja atau bahkan tiga kali masa jabatan.
Arsul awalnya meminta agar usulan perubahan masa jabatan itu tidak disikapi berlebihan. Arsul pun menjelaskan soal dua kali masa jabatan presiden.
“Hanya kalau yang sekarang itu dua kalinya dua kali saklek gitu kan. Artinya kalau dulu ‘dapat dipilih kembali’ itu kan maknanya dua kali juga sebelum ini. Tapi kan terus-terusan, kalau ini kan hanya dapat dipilih satu kali masa jabatan lagi. Kemudian ada yang diusulkan menjadi tiga kali (masa jabatan),” kata Arsul.
Wacana tersebut tentu sontak menjadi perhatian khalayak publik, terlebih setelah rentetan peristiwa penangkapan beberapa nama pejabat dalam kasus tindak pidana korupsi. Beberapa pihak bahkan menanggapi wacana tersebut dengan cukup sinis dan terkesan menganggap hal tersebut terlalu mengada-ada.
Salah satu kritikan mengenai wacana tersebut dating dari pakar ekonomi, Rizal Ramli melalui akun Twitternya. “Ini usulan dagelan. Wong kinerja 2 periode aja payah,” cuit Rizal melalui akun pribadinya.
Selaku pakar ekonomi, Rizal pun menyoroti kinerja Presiden Jokowi selama periode kedua dalam bidang ekonomi yang ia nilai mengalami kemerosotan. “Ketimpangan sosial ekonomis luar biasa, penggangguran tinggi, kohesi nasional merosot. Lha kok nekad mau lagi ? Ngelindur ya ? Kasian rakyat,” cuitnya lagi.
Apa yang disampaikan Rizal tentu tidaklah berlebihan. Dari kacamata saya pribadi, dua periode saja sudah cukup menimbulkan malapetaka, apalagi jika wacana tiga periode tersebut menjadi kenyataan?
Bagaimana tidak? Kita seharusnya sudah cukup belajar dengan kinerja SBY dan Jokowi mengenai hal tersebut. Keduanya sama-sama mengesankan di periode pertama, dan akhirnya sama-sama bobrok dan bermasalah di periode kedua.
Terlebih jika kita menyoroti mengenai kinerja pemerintahan Jokowi pada periode kedua ini. Mulai dari beberapa pejabat publik yang tersandung masalah korupsi, ramainya isu politik dinasti, hingga yang terakhir anak presiden sendiri justru diindikasi terseret dalam pusaran tindak korupsi.
Sebenarnya mengkaji ulang mengenai masa jabatan presiden itu sah-sah saja, tapi mbuk ya yang logis gitu lho. Kalau dua periode saja sudah kacau, apalagi tiga periode?