Salah Kaprah Pendidikan Modern

Pendidikan adalah usaha sadar seseorang untuk mencerdaskan kehidupan. Pendidikan juga bisa diartikan usaha untuk mendewasakan seseorang. Sejalan dengan pengertian tersebut negara Indonesia sudah memberikan peraturan mengenai pendidikan. Pemerintah Indonesia mewajibkan seluruh rakyat Indonesia untuk menempuh pendidikan 12 tahun, yaitu sampai SMA atau sederajat. Sampai sampai pemerintah juga memfasilitasi bagi masyarakat yang sudah tidak bisa menempuh jalur pendidikan normal dengan program pendidikan paket.

Seiring berjalanya waktu dan kemajuan diberbagai bidang tidak terkecuali dibidang pendidikan. Pendidikan mengalami kemajuan yang sangat pesat, dapat dilihat dari segi kurikulum, metode, dan model yang selalu berkembang.

Pendidikan yang mengalami perkembangan ini sering disebut sebagai pendidikan modern yang meninggalkan pendidikan klasik atau tradisional. Pendidikan  modern  dengan segala unsur pendidikan yang dikembangkan digadang gadang bisa membawa perubahan nyata yang menghasilkan lulusan yang lebih baik.

Namun apakah pendidikan modern sudah mampu menjawab ekspektasi tersebut? Di sisi kognitif mungkin bisa dibilang pendidikan modern mampu menjawab ekspektasi tersebut. Namun jika dilihat dari segi peningkatan akhlaq pendidikan modern jauh dari ekspektasi tersebut. Pasalnya mayoritas peserta didik sekarang kurang paham mengenai etika. Atau paham etika namun  tidak mampu menerapkan dalam dirinya sendiri.

Berikut beberapa ciri-ciri khas dari pendidikan modern yang dijalankan secara “salah kaprah”:

  1. Komunikasi dua arah

Komunikasi dua arah adalah proses komunikasi timbal balik (feed back) antara pengirim pesan dengan yang menerima pesan. Ini merupakan salah satu ciri khas dari pendidikan modern. Komunikasi ini dinilai para ahli pendidikan sebagai komunikasi yang ideal dalam proses penerapan pendidikan  modern.

Namun hal ini malahan membuat peserta didik berani berkomunikasi tanpa adanya batasan. Sehingga ada kesan menyepelekan aspek tata krama dalam berkomunikasi dengan guru. Inilah fenomena yang sedang terjadi sekarang. Anatara guru dengan siswa tidak ada batasan yang jelas. Pada intinya siswa lebih berani dan kehilangan sifat tawadlu’ kepada guru.

  1. Guru sebagai fasilitator

Guru pada pendidikan modern ini lebih ditekankan sebagai fasilitator pembelajaran. Guru bukan lagi menjadi satu satunya sumber informasi bagi peserta didik. Tidak lain tujuan dari ini adalah agar suasana kelas tidak kaku dan lebih berfariatif. Peserta didik diharapkan lebih aktif karena mencari informasi dari berbagai sumber. Selain itu siswa juga akan dibawa oleh guru untuk berpartisipasi didalam kelas.

Namun lagi-lagi ada segi negatif dari penerapan ini, karena siswa akan merasa bahwa guru tidak memiliki andil besar dalam pembelajaran. Sehingga guru seakan-akan tidak dibutuhkan lagi dalam proses pembelajaran. Inilah yang menjadi salah satu akibat menurunya wibawa guru dihadapan murid sehingga guru dianggap remeh dihadapan murid-muridnya.

  1. Efisiensi waktu

Pada hakikatnya pembelajaran terjalin akibat proses interaksi antara guru dengan murid. Proses interaksi membutuhkan waktu. Banyak orang yang mengatakan waktu pembelajaran tidak harus lama-lama, yang penting efektif dan efisien. Dimana dengan waktu yang singkat bisa tersampaikan semua materi. Sehingga tidak perlu lagi waktu yang lama untuk guru dan murid dalam pembelajaran.

Namun, secara tidak sadar akan mengurangi proses interaksi guru dengan murid. Sejalan dengan mengurangnya proses interaksi maka antara siswa dan guru kurang saling mengenal satu dengan lainnya. Padahal dalam pembelajaran yang baik antara guru dan siswa harus saling mengenal sehingga tau bagaimana pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan.

Beberapa hal diatas adalah masalah nyata yang merupakan salah kaprah pengaplikasian pendidikan modern. Alhasil menjadi kekurangan pada pendidikan modern itu sendiri. Banyak generasi sekarang yang kenyang secara akademik namun haus secara moral. Siapa yang akan bertanggung jawab, jawaban yang adil adalah diri kita sendiri. Bagaimana kita bisa memposisikan diri kita sesuai dengan situasi dan kondisi yang kita alami dengan berdasarkan akhlaq yang baik.

Dalam pendidikan modern sudah muncul pendidikan karakter. Namun pendidikan karakter bagaimana yang diharapkan. Kerancauan inilah yang membuat pendidikan karakter belum bisa berjalan secara kolektif. Di ahir tulisan ini, penulis mengatakan apapun jenis kurikulum, metode, model, ataupun yang lainnya sebagai pendidikan modern harus dilandasi dengan ahlaq yang baik antara guru dan siswa. Tanpa mengedepankan ahlaq kiranya sulit untuk meraih ilmu yang bermanfaat.

Pengirim: Muhammad Miftahurrahman, Guru swasta dan Mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Kudus.

Previous post Empat Objek Wisata Kantongi Perizinan Operasional oleh Pemerintah
Next post Sebelum Buka, Objek Wisata Ajukan Izin dari Pemerintah

Tinggalkan Balasan

Social profiles