BEBERAPA waktu terakhir, publik khususnya mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan mendadak dihebohkan oleh kebijakan terbaru yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam sistem perekrutan guru. Rata-rata dari mereka menyayangkan kebijakan dan format yang dibuat kali ini.
Dikabarkan, mulai 2021 ini, pemerintah akan membuka 1 juta formasi guru, di mana bukan lagi berstatus CPNS tetapi sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Dalam hal ini artinya, tidak ada lagi penerimaan CPNS untuk formasi guru. Semua dialihkan menjadi PPPK. Kebijakan ini merupakan keputusan bersama antara Kemendikbud, Kemenpan RB, dan BKN.
Keputusan ketiga kementerian dan lembaga itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Disebutkan, aparatur sipil negara (ASN) adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah (pasal 1 ayat 2).
PP Nomor 49 Tahun 2018 tidak menyasar PNS lama. Maksudnya, para ASN yang sudah berstatus dan bekerja sebagai PNS guru tidak dialihkan menjadi PPPK.
Hal tersebut berarti, kebijakan ini hanya berlaku kepada mereka yang akan melamar sebagai ASN 2021. Maka berbahagialah bagi mereka yang sudah berstatus sebagai ASN guru, karena kebijakan tersebut memang tidak diberlakukan untuk mereka.
Sila cari persyaratan dan kriteria berkenaan aturan PPPK. Di sini tidak diuraikan detail. Informasi lengkap dapat ditemukan di berbagai sumber. Setidaknya ada 2 hal penting sementara yang perlu diketahui, yaitu soal gaji dan tunjangan pensiun.
Dari berbagai informasi, gaji guru PPPK tetap dibuat setara dengan yang berlaku bagi PNS guru. Bedanya terletak pada penerimaan fasilitas tunjangan pensiun. Guru PPPK tidak diberi tunjangan pensiun.
Bagi sebagian pihak, kebijakan seperti ini tentu terkesan mendiskriminasikan profesi guru. Sebab, dalam salah satu informasi menyebutkan bahwa salah satu alasan dari pemerintah menyebutkan bahwa mereka tidak ingin lagi kebingungan mengurus para PNS guru yang gemar mengajukan surat pindah tempat kerja, serta untuk memastikan keseimbangan distribusi guru di daerah secara nasional.
Alasan seperti ini tentu sangat konyol rasanya, sebab bukankah pemerintah sendiri yang memberi keleluasaan pindah tempat kerja tersebut? Mengapa tidak dibuat mekanisme lain melalui instrumen hukum agar PNS guru tidak cepat pindah?
Mengapa solusinya pengalihan formasi dari CPNS ke PPPK? Tidakkah akhirnya dimaknai sebagai bentuk diskriminasi bagi para pelamar baru? Salahkah jika selanjutnya dimengerti bahwa PNS guru adalah “ASN tetap” sedangkan guru PPPK adalah “ASN kontrak”?
Seperti kita ketahui bahwa jabatan guru bukanlah profesi sementara atau musiman, dan tidak semua terarah pada posisi struktural. Maka pengertian guru PPPK sebagai ASN yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah (PP Nomor 49 Tahun 2018 pasal 1 ayat 4) sangat bertentangan dengan fungsi utama seorang guru.
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 pasal 1 ayat 1 yang menjelaskan bahwa tugas utama seorang guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Oleh sebab itu, bagaimana mungkin seorang pendidik bisa nyaman dan fokus dalam proses menjalankan tugas secara berkesinambungan jika status kepegawaian mereka berpotensi dicabut atau teralihkan ke bidang lain karena terikat pada rambu-rambu PPPK?
Jika kita perhatikan pasal 37 ayat 1 PP Nomor 49 Tahun 2018 dinyatakan, masa hubungan perjanjian kerja bagi PPPK paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja.
Bukankah hal tersebut justru identic dengan “Outsourcing” ? Perpanjangan ke tahap selanjutnya pun (jika terkabul), belum tentu juga ditempatkan pada jabatan dan posisi yang sama. Bagaimana seorang guru PPPK mau fokus melaksanakan fungsi utamanya? Guru kok outsourcing?