DALAM kondisi pandemi yang kian mengganas, pemerintah justru mengumumkan bahwa intensif bagi tenaga kesehatan akan dipotong sesuai dengan arahan Presiden Jokowi.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat dengar pendapat Komisi XI DPR RI yang diselenggarakan secara virtual. Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani mengatakan bahwa intensif bagi tenaga kesehatan tahun ini akan tetap ada. Hanya saja menurut arahan Presiden Jokowi, besarannya akan diturunkan nilainya.
Dengan beredarnya kabar tersebut, tentu muncul berbagai reaksi yang menyayangkan kebijakan pemotongan tersebut.
Director Institute Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat bahwa pemotongan tersebut di tengah angka Covid-19 yang semakin meningkat berpotensin membuat semangat juang dan mental tenaga kesehatan menjadi turun.
Apa yang disampaikan oleh Tauhid Ahmad tentu bukanlah hal yang berlebihan. Di tengah kasus konfirmasi Covid-19 yang tengah menyentuh angka 1 juta dan penambahan perharinya mencapai 10 ribu, rasanya keputusan memotong insentif nakes bukanlah hal yang cukup bijak untuk dilakukan.
Dalam hal ini pemerintah sudah seharusnya terus memberi support kepada para tenaga kesehatan yang sedang berjibaku dengan ganasnya Covid-19, bukan malah justru membuat down dengan mengeluarkan kebijakan yang terkesan semakin memperkeruh keadaan.
Sebelum memotong anggaran, insentif bagi para nakes sebetulnya telah lama bermasalah. Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pernah diomeli Jokowi karena masalah ini. Di beberapa daerah, perkara insentif yang telat cair membuat nakes memutuskan mogok kerja. “Saat telat cair aja pada komplain kok, ini malah mau dipotong,” kata Tauhid.
Kritikan terhadap kebijakan pemerintah kali ini juga dating dari Dosen Program Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan Universitas Gadjah Mada (UGM) M Baiquni yang mengatakan bahwa sebaiknya pemerintah tidak melakukan pemotongan apapun di sektor kesehatan.
Jika memang terpaksa melakukan hal tersebut dengan mengatas namakan efisiensi, menurutnya pemerintah lebih baik melakukan pemotongan disektor lain seperti infrastruktur yang tahun ini diberikan anggaran mencapai 149 triliun.
Jangan sampai akibat dari kebijakan pemerintah yang begitu gegabah kali ini justru akan berimbas pada penanganan pandemi Covid-19 yang sekarang angkanya sudah tidak bisa dianggap sepele begitu saja.