Catatan Kelam Perguruan Tinggi di Indonesia

DALAM masa pandemi yang juga mengakibatkan krisisnya berbagai sektor termasuk pendidikan, harusnya momen seperti ini bisa kita jadikan sebagai momentum untuk kembali merefleksi berbagai rangkaian tragedi yang terus menerus menggerus marwah dunia pendidikan kita.

Pada kurun waktu 10 tahun terakhir, kita semua patut berduka dengan berbagai peristiwa demi peristiwa yang terjadi di berbagai perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Mulai dari gratifikasi, korupsi, plagirisme, politisasi rektor, hingga jual beli gelar doktor honoris causa semua lengkap menghiasi dunia pendidikan kita.

Mengapa harus berduka? Sebab universitas sebagai institusi pendidikan harusnya mampu menjadi penerang dari kegelapan atau pencerah rasionalitas dari episode barbarian. Bukan malah bergerak mundur dan membuat segala yang sudah terang menjadi lebih hitam legam.

Setidaknya hal tersebut adalah gambaran dari idealitas dari selarik historis hadirnya universitas pada abad pertengahan di Eropa. Sesuai akar historis bahasanya, dalam bahasa latin Universitas disebut Universitas magistrorum et scholarium atau komunitas kaum terpelajar, komunitas kaum intelektual, komunitas yang menumbuhkan dan merawat marwah akademik. Bukan yang merusak marwah universitas apalagi merobohkannya

Bak seorang penghianat, Universitas di Indonesia berwajah ganda. Secara kuantitatif ia mengalami kemajuan yang begitu luar biasa, namun di sisi lain secara kuantitatif kini ia baru saja memasuki babak-babak kelam.

Hal tersebut dengan jelas tergambar dari munculnya sejumlah universitas yang berhasil masuk peringkat ratusan universitas di dunia. Meskipun begitu, hal tersebut kini telah dirusak dengan munculnya berbagai aksi korupsi, plagiarisme, dan jual beli gelar kehormatan akademik.

Catatan hitam tersebut bahkan semakin memburuk ketika kita melihat penanganan berbagai tindak pelanggaran tersebut. Tengok saja kasus korupsi di universitas, akibat dari perkara tersebut beberapa pejabat kampus dicokok dan dijebloskan ke penjara.

Untuk kasus plagiarisme, beberapa pejabat kampus juga telah diberhentikan. Lantas bagaimana dengan kasus jual beli Honoris Causa atau profesor? Jawabannya tidak ada yang diberhentikan apalagi dipenjara. Hal tersebut tentu semakin membuat suasana semakin kental dalam dunia pendidikan kita.

Apapun bentuknya, pelanggaran tetap lah pelanggaran dan memang harus diberlakukan sanksi yang sesuai dengan apa yang telah dilakukannya. Sebab catatan kelam tersebut tentu akan semakin menghitam dan kental jika tidak segera diselamatkan. Miris !

Previous post Banyak Warga yang Ingin Berswafoto di Kelenteng Hok Tik Bio
Next post E-Koran Samin News Edisi 12 Februari 2021

Tinggalkan Balasan

Social profiles