SAMIN-NEWS.com, PATI – Bagi warga Pati yang selama ini mengenyam dan menikmati sebagai pegawai negeri tapi sudah purna tugas kerena usianya sudah 60 tahun, atau bahkan lebih, meskipun samar-samar tentu tetap ingat, bagaimana kondisi Alun-alun Pati kala itu. Dengan demikian, ingatan yang mencuat pasti gambaran sebuah tugu meskipun tidak dalam ukuran besar berada di tengah-tengahnya.
Berikutnya, alun-alun tersebut terbagi menjadi empat belahan dan di tengah-tengahnya itulah melintang dari barat ke timur rel kereta apai yang pada saat itu pada jam-jam terentu, mulai pagi-pagi pukul 05.00, 07.00, 10.00, 12.30, 14.30, 17.00, dan pukul 18.30. Saat itulah melintas sebuah kereta api dari barat (Kudus) berhenti di Stasiun Pati dan dari Timur (Rembang) setelah berhenti di Stasiun Juwana juga berhenti di Stasiun Pati.
Kala itu ada dua sepur yang sering melintas di Pati, satu di antaranya dengan loko yang digerakan oleh mesin diesel dan satu loko penarik gerbong lainnya dengan tenaga uap. Khusus yang disebut terakhir kereta api ini juga melayani jurusan Juwana – Tayu, karena selain barang penumpang yang diangkut tiap hari adalah masyarakat kelas bawah.
Terlepas dari hal tersebut, setiap perjalanan sepur baik dari barat maupun dari timur jika menjelang beberapa meter sampai di sebelah timur alun-alun tersebut, masinisnya pasti membunyikan peluit. Sebab di tempat itu terpasag rambu kuna ”Semboyan 35” yang jelas berupa semboyan suara melalui klakson lokomotif yang dikirim oleh masinis.
Suara klakson yang khas itulah barangkali masih menjadi sisa kenangan, dan kadang-kadang masih terngiang jelas meskipun awam tidak pernah tahu apa maksud dari bunyi suara itu kecuali orang-orang di lingkungan perkeretaapian, baik itu masinis maupun kondektur dan petugas langsir, karena selain ”Semboyan 35,” tentu banyak semboyan lain yang kita tidak pernah mendengar dan tidak tahu apa maksudnya.
Jika benar PT KAI kembali berencana akan membangun sistem jaringan transportasi kereta api di wilayah pantura timur Jawa Tengah, maka jika hal itu bisa terwujud maka lengkingan klakson ”Semboyan 35” dari kereta api yang melintas akan kembali terdengar. Akan tetapi yang jelas, jika real kereta api itu masih ditempatkan pada lokasi semula, sepertinya sangat mustahil.
Sebab, semisal perjalanan kereta api baru keluar dari Stasiun Pati sepanjang satu kilometer, tentu sudah tidak bisa maju lagi. Masalahnya sekarang Alun-alun Pati tidak lagi berbentuk bekahan segi empat, sehingga tidak ada lagi bagian tengahnya yang kosong untuk akses jalan/rel kereta api yang melintas, meskipun barang kali di bawahnya sampai saat ini masih terdapat rel yang terpendam melintang. (bersambung)