TIDAK perlu disangkal bahwa Jokowi adalah presiden pertama yang dipilih oleh rakyat dan berasal dari kalangan rakyat sipil biasa dan bukan dari kalangan elit politik seperti biasanya. Pada titik ini kita perlu mengawal baik agar hal semacam ini setidaknya menjadi sebuah kebiasaan baru untuk mematahkan anggapan bahwa panggung politik hanya diperuntukkan bagi kalangan tertentu saja.
Fenomena munculnya Jokowi bagi masyarakat Indonesia bisa jadi merupakan suatu kemajuan demokrasi dalam tatanan dan cara pandang masyarakat terhadap politik di Indonesia.
Pada dasarnya sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia, dimana bangsa dan negara ini dalam kepemimpinan rakyat sipil dengan menempatkan Soekarno sebagai presiden pertamanya. Demikian pula demokrasi sudah seharusnya menjadi makanan utama rakyat sebagaimana konstitusi negara yang dirancang oleh funding fathernya.
Meskipun begitu, hal semacam ini tentu bagaikan pisau bermata dua. Sebab, hal semacam ini justru bisa menjadi preseden buruk apabila prilaku dan kebijakan presiden yang dipercayakan rakyat dimaksud tidak cukup paham memperlakukan rakyat.
Pada tahap awal, karir politik Jokowi boleh disebut hampir sempurna, yaitu dari mulai Walikota Solo, Gubernur DKI dan Presiden dalam waktu yang cukup singkat karena perjalanannya tidak melalui petinggi negara atau belum dikenal dalam perpolitikan nasional sebelumnya.
Oleh sebab itu, ruh semacam ini memang perlu dijaga dan dirawat dengan baik oleh semua pihak. setidaknya Jokowi dan rakyat perlu bekerjasama secara baik agar kepemimpinannya tidak terdegradasi dalam sistem yang justru berlawanan dengan masyarakat sipil itu sendiri.
Jangan sampai kepemimpinan sipil justru menjelma menjadi militeristik, sementara kepemimpinan dari kalangan militer justru civilian dan karena itu akhirnya sipil tidak bisa diharap dan rakyat kembali kemasa lalu untuk lebih percaya kepada kalangan militer untuk memimpin negaranya.
Tanggung jawab menjaga budaya kepemimpinan sipil seperti ini tentu bukan hanya berada pada tangan presiden saja. Sebagai masyarakat kita juga perlu ikut mengambil bagian dalam berjalannya pola baru semacam ini.
Salah satunya dengan menjaga segala bentuk narasi yang berpotensi menjadikan Jokowi sebagai sosok yang cenderung militeristik.
Sebut saja narasi-narasi yang menggiring Jokowi untuk maju kembali sebagai presiden tiga periode. Siapapun mereka, yang jelas dalam hal ini mereka tengah menjalankan ajaran sesat dan ilmu hitam bagi bangsa Indonesia.
Kemudian jika Jokowi terjebak dengan birahi politiknya tentu akan menjadi sejarah baginya yang semula ditulis dengan tinta putih tapi kemudian justru menjadi tinta hitam yang akan terus terekam dalam sejarah panjang bangsa Indonesia.