Perlukah Membahas Legalisasi Miras di Negeri Munafik ini?

SATU pertanyaan besar yang perlu dilontarkan saat ini adalah, perlukah legalisasi miras di negeri yang munafik ini?

Baru-baru ini perpres tentang investasi yang juga melampirkan regulasi mengenai miras telah berhasil menghebohkan situasi. Negeri ini memang sungguh heboh, seolah maunya ribut melelu. Masalah sepele bisa jadi bertele-tele, itulah negeri kita Indonesia.

Sebelumnya, Microsoft juga sempat melabeli netizen Indonesia sebagai pengguna internet paling minus etika di Asia Tenggara. Bukan mencari kebenarannya, pernyataan itu justru dilawan netizen dengan berbagai komentar pedas dari mereka. Sungguh luar biasa !

Negeri kita ini memang sungguh sang pendamba kata “Viral” yang ulung. Apa saja bisa diviralkan, seakan viral adalah sebuah kewajiban yang tak bisa dilewatkan. Semua bisa diatur menjadi viral, sudah ada mekanisme dan prosedur yang bisa ditempuh.

Era industri 4.0 dan era media sosial memang mengubah wajah percakapan dan topik yang menjadi hangat. Apalagi menyangkut pemerintah dan presiden, semua isu tentang itu menjadi seksi dan mudah mendapat perhatian.

Urusan legalisasi miras? Hal tersebut dicantumkan dalam lampiran sebuah Peraturan Presiden? Kenapa harus seperti itu Pak Jokowi? Bukannya sebagai presiden seharusnya anda sudah memahami watak dan mentalitas masyarakat di negeri ini yang sok agamis, sok suci dan sekaligus munafik? Ini kesalahan anda Pak, sebagai presiden seharusnya paham betul jika pasti ada kemelut di balik legalisasi miras di tengah situasi pandemi yang belum usai ini.

Mari kita buka sebuah hikayat yang menceritakan tentang seorang Gubernur DKI Jakarta bernama Ali Sadikin. Di masa pemerintahannya, ia pernah membangun sebuah kasino perjudian di kota tersebut. Hasil pajak tinggi yang mengalir pun akhirnya dibuat menjadi jalan-jalan di Jakarta.

Saat itu, ceritanya para ulama memprotes Ali Sadikin. Ali Sadikin tidak goyah, dia mempersilahkan para ulama untuk tidak melewati jalan yang dibangun dari pajak kasino tersebut. Masalah pun selesai. Pertanyaannya, apakah ulama yang memprotes yang menganggap jalan itu haram tidak pernah melintasi jalan tersebut?

Sementara itu di negeri jiran Malaysia, di sana negara memberikan izin  membangun kasino di Genting. Satu hotel yang ada kasinonya memiliki kamar hingga lima ribu buah. Ada beberapa hotel disana yang memiliki kasino. Puluhan ribu para pemain judi dari belahan dunia, termasuk dari Indonesia yang terbesar main judi di kasino Genting.

Tetapi ada syarat dan regulasi ketat yang mereka buat. Tidak boleh penduduk dan warga mereka yang bermain judi disana. Berapa penghasilan Malaysia dari judi kasino di Genting? Bisakah kita menuduh Malaysia bukan negara Islam, kotor dan haram?

Jika menengok dua fragmen tersebut, lantas apakah kita akan tetap berteriak seperti sekarang ini? Apakah kita dan para ulama yang seringkali berteriak tidak bisa mencegah praktik korupsi di negara ini? Apa masih kurang tantangan kita menghadapi parasit yang diberi julukan korupsi tersebut hingga kita seringkali masih sibuk meneriaki hal-hal yang tidak begitu penting? Yaaaah, begitulah kita.

Previous post Diskominfo Bentuk PPID 24 Desa Per Hari Ini
Next post 12.000 Ton Stok Pangan di Gudang Bulog Pati

Tinggalkan Balasan

Social profiles