MENYUSUL dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) dari empat kementerian yang manyatakan bahwa pembelajaran tatap muka akan kembali diizinkan mulai Juli 2021 mendatang, tentu ada pula sederet tantangan dan PR besar yang menanti untuk segera dirampungkan.
Seperti kita ketahui bahwa dikeluarkannya SKB tersebut juga seiring dengan target rampungnya vaksinasi guru. Bahkan pemerintah sebenarnya juga telah memperbolehkan sekolah yang sudah memberikan vaksin kepada semua tenaga pengajarnya untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka mulai dari sekarang dengan persetujuan orang tua siswa.
Meskipun demikian, tentu masih ada juga sekelompok orang yang meragukan kebijakan tersebut menyusul masih ditemukannya kasus Covid-19 di lingkungan sekolah.
Dari semua hal tersebut, kita tentu harus menyadari bahwa penutupan sekolah selama setahun ini memperparah hilangnya capaian belajar “learning loss” murid terutama bagi mereka yang berasal dari kelompok rentan.
Takaran ini sebelumnya juga biasa dipakai untuk mengukur dampak dari penutupan sekolah seperti learning loss akibat bencana, libur sekolah maupun mogok sekolah.
Bank Dunia memperkirakan tutupnya sekolah selama delapan bulan di Indonesia akibat pandemi Covid-19 bisa menghapus kembali kemampuan membaca pelajar – setara dengan setengah tahun proses pembelajaran.
Selama pandemi berlangsung, tidak bisa dipungkiri bahwa anak dari kelompok ekonomi menengah kebawah akan memiliki kesempatan belajar lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kelompok lain yang dikarenakan oleh minimnya fasilitas, sebut saja internet dan komputer.
Selain ketimpangan kelas ekonomi, kesenjangan juga ditunjukkan antara pelajar laki-laki dan perempuan.
Hal tersebut ditunjukkan pada hasil sebuah studi di Ghanna yang menunjukkan bahwa di antara anak-anak dengan hasil belajar rendah selama pandemi, anak perempuan memiliki kemungkinan lebih kecil daripada anak laki-laki untuk bisa mengejar ketertinggalan mereka.
Ini terjadi akibat tuntutan bagi siswa perempuan untuk membantu orang tua, yang membuat waktu belajar mereka lebih lebih terbatas.
Meskipun hal ini terjadi pada banyak kelompok, namun learning loss ini lebih umum dialami oleh mereka yang berasal dari kelompok rentan.
Lantas apa itu learning loss ? learning loss adalah hilangnya kemampuan atau keterampilan pelajar dari apa yang sebenarnya sudah dipelajari atau dikuasai.
Sekarang mari kita tengok hasil riset yang menghitung data dari negara maju, berkembang, dan tertinggal memprediksi learning loss akibat penutupan sekolah selama satu tahun akan mengakibatkan kehilangan sekitar 15% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dari sebuah negara.
Di Indonesia, jika dikalkulasi per individu, learning loss bisa membuat pelajar kehilangan pendapatan sebesar Rp 7 juta setiap tahunnya ketika mereka sudah bekerja.
Untuk pelajar dari kelompok ekonomi rentan, kehilangan pendapatan per tahun bisa 14% lebih besar dibandingkan dengan pelajar dari kelompok ekonomi lebih tinggi.
Oleh sebab itu menyusul diijinkannya pembelajaran tatap buka, pemerintah tentu juga harus jeli dalam membaca berbagai dampak yang telah diakibatkan oleh penutupan sekolah selama pandemi berlangsung.
Dalam hal ini menjamin keselamatan siswa tentu bukanlah satu-satunya hal yang perlu menjadi fokus pemerintah. Sebab learning loss dan berbagai tantangan lain pun sebenarnya juga telah menunggu untuk segera diselesaikan.