DENGAN lamanya Jokowi menjabat sebagai presiden, tentu kita tak perlu lagi harus kecewa ketika apa yang ia sampaikan ternyata berbanding terbalik dengan kenyataannya.
Terkait geger mengenai pemberhentian 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebelumnya Jokowi telah mengatakan bahwa jangan menjadikan hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) serta-merta menjadi dasar untuk memberhentikan pegawai yang tidak lolos tes.
Saat itu Jokowi meminta pimpinan KPK, Kemenpan-RB, dan Kepala BKN untuk merancang tindak lanjut bagi 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos tes tersebut.
Namun pada kenyataannya, arahan Jokowi tersebut nyatanya tinggal hanya arahan. Sebab hanya selang sepekan saja KPK dan sejumlah lembaga serta dua kementerian sepakat mendepak 51 dari 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos TWK.
Keputusan ini diambil setelah KPK menggelar pertemuan dengan Menpan RB Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Pemberhentian puluhan pegawai KPK tersebut tentu menuai berbagai kritik dan kecaman dari berbagai kalangan. Pasalnya mereka yang terdepak tersebut bisa dikatakan adalah tulang punggung KPK, alias mereka yang begitu berintegritas dalam gerakan antirasuah tersebut.
Mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam Satu Meja The Forum pekan lalu bahkan menyebut, orang-orang yang hendak disingkirkan tersebut adalah tulang punggung KPK. Menurut Laode, mereka adalah para penyelidik dan penyidik senior yang berpengalaman dan kenyang makan asam garam dalam proses pemberantasan korupsi.
Selain itu, orang-orang yang dinyatakan tak lolos TWK tersebut adalah para penyelidik dan penyidik yang menangani kasus-kasus besar seperti kasus korupsi KTP Elektronik, Garuda dan sejumlah kasus besar lainnya.
Dalam hal ini tentu banyak pihak yang bertanya bagaimana dengan Presiden Jokowi. Apakah ia telah lupa dengan statemen dan pengarahannya sebelumnya hingga akhirnya membiarkan kegilaan tersebut tetap terjadi?
Satu hal yang perlu kita ingat, sepertinya kita memang perlu membiasakan tidak percaya begitu saja dengan apa yang diungkapkan Jokowi. Sebab seperti kita ketahui bahwa Jokowi sudah lama dikenal sebagai presiden antonim.
Sederhananya, jika kita ingin memahami apa yang sedang terjadi dengan negara ini ialah dengan mendengarkan apa yang dikatakan Jokowi kemudian bayangkan kebalikannya.