PADA masa pandemi Covid-19 ini, besar kemungkinan skor indeks Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia akan semakin terperosok dalam. Sebab pada kenyataannya, pemerintah memang terlihat begitu kesulitan memitigasi dan mengantisipasi pandemi.
Terlebih saat ini begitu nampak jelas terjadi lonjakan kasus dan jumlah kematian akibat Covid-19 yang begitu signifikan belakangan ini.
Pertanyaannya, lantas bagaimana langkah yang untuk melindungi hak asasi manusia di tengah pandemi yang kian parah?
Jika kita mapping, kira-kira ada dua metode pendekatan dalam melindungi hak asasi manusia dalam konteks pandemi. Yang pertama pendekatan legal politik, sementara yang kedua adalah pendekatan sosio-kultural.
Pendekatan politik tentu posisinya begitu esensial, sebab dengan pendekatan tersebut tentu akan mampu menghadirkan adanya jaminan politik dan Undang-Undang terhadap perlindungan hak asasi manusia.
Sementara itu, pendekatan sosial-kultural tentu akan sangat berbeda. Alih-alih memandang peran dominan institusi negara dan lembaga HAM dalam mempromosikan dan melindungi HAM, pendekatan ini lebih memandang pentingnya informasi, pendidikan, nilai dan pemahaman masyarakat tentang HAM.
Sebab jika masyarakat menyadari betapa pentingnya HAM, mereka tentu akan melihat HAM sebagai kehidupan itu sendiri.
Mereka akan berusaha mewujudkan dan melindungi hak asasi sesamanya. Dengan begitu, perlindungan HAM tentu tidak akan menjadi sebuah entitas yang begitu aneh dan perlu dipaksakan oleh pemerintah.
Meskipun kedua metode pendekatan tersebut sangat berlawanan, tetapi keduanya tentu akan saling melengkapi. Pendekatan satu dengan yang lain tentu akan lebih efektif jika dijalankan secara beriringan.
Sebab jika hanya berkutat pada aspek legal politik, belum tentu masyarakat nantinya akan merasa bahwa perlindungan HAM adalah sesuatu yang dibutuhkan. Terlebih jika nilai perlindungan HAM tersebut kebetulan bertentangan dengan aspek budaya yang dianut masyarakat.
Begitu pun sebaliknya, jika hanya mengandalkan pendekatan sosial-kultural, tentu ada kemungkinan-kemungkinan adanya nilai masyarakat yang bertolak-belakang dengan HAM.
Jika berkaca di Indonesia selama ini, pedekatan legal politik nampaknya masih terlalu dominan dalam mempromosikan perlindungan HAM. Berbagai Lembaga HAM hingga saat ini kebanyakan lebih dominan memandang kekuasaan politik lah yang bisa melindungi hak asasi manusia.
Jika kedua pendekatan tersebut kita kaitkan dengan konteks pandemi, tentu akan sangat sulit rasanya jika pemenuhan hak asasi manusia dalam hal ekonomi, sosial dan budaya tersebut hanya kita tautkan pada pendekatan legal-politik saja.