SAMIN-NEWS.com, PATI – Dalam tradisi 10 Sura secara turun temurun di Situs Genuk Kemiri, di Desa Sarirejo, Kecamatan Pati tak pernah lepas dari penyelenggaraan pertunjukan seni tradisional, ketoprak dan wayang kulit. Mengingat sampai saat ini masa pandemi Covid-19 belum berakhir, makan untuk pertunjukan tersebut Kamis (19 Agustus) kemarin untuk ketoprak dan malam harinya (semalam) wayang kulit, adalah sebagai ”syarat.”
Dengan demikian, waktunya pun sangat terbatas karena untuk tampilnya grup ketoprak Laras Budoyo Pati hanya dua jam (10.00 s/d 12.00). Demikian pula untuk wayang kulit yang menampilkan dalang Ki Bowo Asmoro juga sama, tapi lebih panjang sedikit karena harus mulai pukul 19.30 dan berakhir tepat pukul 23.00.
Akan tetapi, bagi salah seorang warga setempat, Imam Salmet yang kini tengah tertarik dengan tokoh pewayangan Ki Demang Segupo dan Nyai Demang Segupi yang petilasannya disebut-sebut di Desa Widorokandang, Kecamatan Pati, berlangsungnya pertunjukan kesenian sebagai ”syarat” ini mempunyai makna lain. ”Hal tersebut bisa kita maknai sebagai awal bangkitnya kesenian di Pati yang sudah lama terpuruk karena masa pandemi,” tandasnya.
Karena itu, lanjutnya, harapan para seniman maupun para pelaku seni yang selama ini sudah terpuruk suatu saat atau dalam waktu dekat bisa segera bangkit adala benar-benar luar biasa. Apalagi jika awal kebangkitannya itu dimulai dari berlangsungnya pertunjukan ketoprak da wayang kulit di situs Genuk Kemiri, hal tersebut menunjukka bahwa Kemiri memang bagian dari kebangkitan.
Lihat saja, bagaimana saat di lokasi ini pada masanya dilakukan pembukaan alas yang akhirnya menjadi sebuah Kadipaten Pati Pesantenan yang merupakan cikal-bakalnya Pati sekarang. Dengan demikian, hal tersebut juga menjadi momentum awal diperbolehkannya para seniman Pati berkarya sesuai bidang seni masing-masing, khususnya seni pertunjukan.
Sebab, dilihat dari penonton saat menikmati pertunjukan dia kesenian ”syarat” ini juga tertib, tetap menjaga jarak satu dan lainnya. Dengan kata lain, masyarakat yang selama ini sudah dihajar Covid-19 akhirnya menyadari, bahwa dampak dari kerumunan itu menyusahkan diri sendiri.
Menjawab pertanyaan, Imam Slamet menyebutkan, bahwa dalam cerita pewayangan dia memang tidak begitu fasih. Intinya, dalam pertunjukan wayang kulit ini bertutur soal Bambang Probokusumo anak Dewi Suprobowati dari khayangan tengah mencari ayahnya, yaitu Begawan Ciptaning yang tak lain adalah salah satu dari pendawa lima, Raden Arjuna.
”Tapi syaratnya harus bisa memboyong Wahyu Sandang Pangan ke Amarta, baru dia diakui benar-benar sebagai putra Arjuna,” tambahnya.