Menelisik Sejarah Hari Jadi Pati (3); Menggabung Dua Kadipaten (bersambung)

Salah satu pohon yang ada di petilasan (punden) Majasemi, Mojoagung, Kecamatan Trangkil, yaitu pohon maja yang tumbuh satu rumpun dengan pohon asam.

 MENGINGAT Tim Penyusun Sejarah Hari Jadi Pati adalah cerita babad dan cerita tutur, maka sebagai akibat dari ”besanan wurung” antara Kadipaten Paranggarudo dan Carangsoko, maka perang antardua kadipaten itu pun tak bisa dihindari. Dalam cerita tutur seni pertunjukan, cerita tersebut selalu berulang dan diulang-ulang dengan judul ”Brubuh Carangsoko.”

Dalam peristiwa tersebut, atau ketika malam itu  Dalang Soponyono dan Dewi Rayungwulan diburu Wedana Yuyurumpung bersama prajurit Paranggarudo, akhirnya saat berlari ke utara sampai di area tegalan yang terdapat banyak tanaman mentimun. Tegalan yang sampai saat ini sebagai Bantengan (Trangkil-Re), bersembunyilah di gubuk yang ada di tengah areal tanaman timun itu.

Karena Rayungwulan bersama dua pesinden, Ambarsekar dan Ambarsari adik Ki Dalang merasa lapar, maka yang bisa dimakan dalam kondisi seperti adalah buah mentimun. Ternyata, pemilik tanaman itu disebutkan seorang pemuda bernama Kembang Joyo, dan kendati sudah makan mentimun tapi tetap kehausan maka begitu melihat ada sebuah sumur Rayungwulan minta diambilkan air dari dalam sumur tersebut.

Akan tetapi di sumur itu tidak ada kelengkapan untuk mengambil air (timba-Jawa), sehingga atas kelebihan atau ”daya linuwih” Dalang Soponyono, maka sumur tersebut akhirnya dijungkit/digulingkan. Karena itu di lokasi tersebut sampai saat ini juga terdapat peninggalan yang dikenal dengan ”sumur gemuling”. 

Di Dukuh Bantengan, Desa/Kecamatan Trangkil ini terdapat ”sumur gemuling”, di lokasi yang dusebut-sebut sebagai areal tegalan milik Kembang Joyo.

Setelah para ”pelarian” itu bertemu dengan Kembang Joyo, dan menyampaikan apa permasalahan yang mereka hadapi, akhirnya mereka diajak menemui Wedana Mojosemi, Sukmoyono, kakaknya. Mereka pun diberikan perlindungan sepenuhnya, sehingga saat prajuruit Paranggarudo berhasil mengejarnya, maka perang besar pun tak terhindari, sampai akhirnya Menak Josari meningal dalam peperangan itu, dan prajurit Paranggaruda berhasil dihancurkan.

Singkat cerita, akhirnya Adipati Carangsoko menikahkan putrinya dengan Kembang Joyo, dan dalam kurun waktu tidak terlalu lama baik Kembang Joyo bersama rombongan, serta Dalang Soponyono diminta untuk membuka wilayah baru. Sedangkan wilayah dimaksud, yaitu hutan Kemiri yang akhirnya menjadi wilayah baru.

Di sisi lain, Kadipaten Paranggarudo lama-lama menghilang dan Kadipaten Carangsoko pun mulai suram karena banyak warga yang harus mengikuti pembukaan wilayah baru, Hutan Kemiri. Setelah semua siap akhirnya Adipati Puspoandumjoyo memerintahkan dan mengangkat Kembang Joyo sebagai Adipati Pati Pesantenan dengan menggabungkan dua wilayah, bekas Kadipaten Carangsoko dan Kadipaten Paranggaruda.

Dalam cerita tutur juga disebutkan, setelah memerintah Kadipaten Pati Pesantenan dengan pusat pemerintahan di Kemiri, maka Ki Dalang Soponyono pun diangkat sebagai wakilnya, yang kala itu sebutannya sebagai patih, karena atas jasa-jasanya. Adapun gelarnya, adalah Patih Haryo Kencono. (bersambung)

Previous post Main Layang-layang Raksasa di Kawasan Pulau Seprapat Jadi Tontonan Warga
Next post Bupati Blora Ikuti Zikir dan Doa Kebangsaan Secara Virtual

Tinggalkan Balasan

Social profiles