Pendekatan Kekuasaan Vs Pendekatan ”Siluman” Kepentingan dalam Penutupan Lokasi Pelacuran

KONSEKUENSI logis dalam pendekatan kekuasaan untuk menutup beberapa lokasi pelacuran di Margorejo, saat ini mulai ada tanda-tanda munculnya perlawanan diam. Bahkan hal tersebut sudah berlangsung pada masa pandemi Covid-19, dan para pelacur itu harus diliburkan untuk tidak lagi membuka layanan bersamaan dengan mulai pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Dengan demikian, begitu penutupan tempat pelacuran di Margorejo ini harus ditutup dengan melalui pendekatan kekuasaan, maka prediksi berikutnya yang akan bermunculan adalah penyikapan. Dengan kata lain, bahwa upaya tersebut adalah muncul dalam bentuk dari pendekatan kekuasaan versus pendekatan ”siluman” kepentingan, sehingga pada endingnya adalah siapa di antara dua kekuatan tersebut  yang benar-benar mampu bertahan.

Sebagai gambaran, sepintas kelompok pendekatan kekuasaan akan bisa memenangkan dalam kesempatan ini karena mempunyai dasar aturan jelas yang harus ditegakkan. Akan tetapi kelompok ”siluman” kepentingan juga mempunyai kiat-kiat yang jitu dalam menyiasati aturan, karena namanya saja siluman sehingga gagal satu bisa menggunakan kiat yang lain.

Kiat dimaksud tak lain, dan sudah mulai dilakukan beberapa waktu yag lalu adalah dengan cara kelompok ini memanfaatkan kesempatan melalui kesempatan pemilik usaha jasa tempat kost. Sehingga dari sisi jangkauan sasaran hukum, asal tidak memanfaatkan kamar kost untuk mesum dengan lelaki yang bukan pasangannya, maka saat berlangsung razia tentu tetap aman-aman saja.

Model pendekatan ”siluman” kepentingan seperti ini, mau dijangkau dari sisi hukum apa keculi pemilik kepentingan tersebut abai terhadap ketentuan dan kelengkapan persyaratannya tidak dipenuhi. Sehingga kepentingan dari sisi jasa tempat kost, akhirmya para pelacur ini masih tetap bisa praktik dengan aman karena hal itu bisa dilakukan di luar tempat kostnya.

Caranya juga tidak sulit, karena hal itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan alat komunikasi yang sekarang ini. Sehingga antara penjual dan pembeli bisa transaksi secara online atau melalui kepentingan penyedia jasa ”siluman” kepentingan, maka pihak pembeli tinggal mendatangi lokasi tempat kostnya penjual, kemudian dalam sekejap juga langsung bisa menghilang.

Namanya saja kepentingan jasa ”siluman” tentu ada di mana-mana, dan dari sisi mana saja tapi yang jelas jarang muncul atau tampak langsung ke permukaan. Dengan demikian, ada yang menyebutnya pula bahwa ”siluman” jasa yang satu ini adalah sebagai ”backing,” itu pun hanya bisa teridentifikasi secara samar samar, karena bisa membaur dalam kepentimgan apa saja.

Contoh lain, mengapa jika ada razia mesti hasilnya tidak maksimal, karena saat kelompok kekuasaan tersebut baru bergerak, berita atau kabar adanya razia terlebih dahulu suda bocor. Jika sudah demikian, kondisi tersebut adalah permasalahan klise di kelompk kekuasaan atau bahkan antara kelompok kekuasaan juga menjadi bagian dari kelompok ”siluman” kepentingan.

Jika sudah demikian, silahkan kelompok kekuasaan bisa mempertegas bahwa pihaknya sekarang sudah bisa menutup tempat pelacuran di Margorejo. Akan tetapi pertanyaannya, sampai kapan hal tersebut bisa bertahan atau tempat-tempat pelacuran itu benar-benar bisa tercerabut dari  akarnya, tentu masih dibutuhkan kerja keras semua jajaran terkait.

Apalagi, jika di tengah-tengah situasi ini, masih juga banyak kelompok ”siluman” yang selalu gentayangan, agar kepentingannya tetap bisa dipertahankan. Sebab, yang namanya siluman tentu dengan mudah berkelit dan cuci tangan jika sewaktu-waktu kepergok, sehingga  ada juga yang kepalang basah, ya sekalian mandi sekali.

Previous post Luhut : Terpapar Covid-19 Bukan Aib yang Harus Ditutupi
Next post Indonesia Kedatangan Lima Juta Dosis Vaksin Sinovac

Tinggalkan Balasan

Social profiles