SAMIN-NEWS.com, JEPARA – Pencopotan Sekda Jepara, Edy Sujatmiko SSos MM MH oleh Bupati Dian Kristiandi SSos yang sebelumnya dinilai kinerjanya baik, memiliki unsur politis sehingga menimbulkan kontroversi dan polemik. Sebab, pecopotan itu juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Analisis teresebut disampaikan Ketua Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jepara, Asep Rojudin berkait sengkarut pencopotan Sekda Jepara, Selasa (9/Agustus) 2021 lalu. Pencopatan itu melalui Surat Keputusan (SK) Bupati No 867/19/2021 yang ditandatangani Dian Kristiandi SSos.
Dalam PP tersebut menurut Asep Rojudin, pembebasan sementara Sekda harus dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan atas sangkaan pelanggaran disiplin berat. Akan tetapi sampai saat ini sudah 13 hari berlalu, ternyata belum juga dilakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.
Itu artinya, SK Bupati tersebut cacat hukum dan patut diduga melanggar Undang-undang No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. ”Asumsi yang timbul akhirnya, adalah semacam bersih-bersih di lingkungan kerja politik untuk persiapan hajatan politik 2024,” tandasnya.
Dengan demikian, lanjut dia, pihaknya menduga bahwa hal itu bertujuan agar tidak ada nama-nama lama di birokrasi yang menjadi penghambat, termasuk dalam pemanfaatan dana APBD 2021 Perubahan dan APBD 2022 untuk kepentingan politik. Hal tersebut juga yang melatarbelakangi dikosongkannya jabatan Wakil Bupati, sehingga pihaknya sudah cukup lama mengamati permasalahan itu.
”Megingat hal tersebut, maka DPRD harus cermat dalam pembahasan APBD, bukan malah menjadi bagian dari permainan ini,” pintanya.
Karena itu, akhirnya dilakukan pembersihan pejabat-pejabat yang tidak mendukung langkah politik dengan cara apa pun. Setelah beberapa OPD potensial diganti dengan orang-orangnya, target terakhir adalah Sekda, sebab enam bulan sebelum jabatan berakhir, atau November 2021 Bupati tidak boleh lagi melakukan mutasi, atau mengangkat pejabat baru.
Harapan dan usulan pihaknya, masih kata dia, Buat harus berani membuka metode penilaian tentang pelanggaran disiplin berat yang dilakukan Sekda kepada masyarakat. Sebagai waga Jepara pihaknya juga berhak atas informasi itu, sehingga berikan metode dan legal standing atas itu secara rinci, dan stop referensi pesanan jabatan di lingkungan Pemda Jepara.
Selebihnya PMII Jepara juga menyoroti selesi terbuka untuk Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Pemkab Jepara yang selama ini dilakukan Bupati. Diduga ada intervensi Bupati terhadap seleksi dengan menunjuk orang-orang kepercayaannya duduk dalam tim seleksi.
Tujuannya tak lain, agar orang-orangnya lolos dalam seleksi dengan memberinya nilai tinggi. Akibatnya calon-calon pesanan Bupati memiliki nilai yang selisihnya cukup jauh dibanding calon yang lain. ”Bahkan tiga orang tim penilai eksternal nilainya nyaris sempurna,” ungkap Asep Rojudin.
Informasi terakhir yang didapat, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) akhir Juli lalu sudah mengeluarkan rekomendasi kepada Bupati Jepara untuk tidak lagi mengusulkan dua orang pansel eksternal sebagai anggota seleksi terbuka untuk masa satu tahun ke depan. Itu artinya, bisa saja hasil seleksi yang kini pejabatnya sudah dilatik cacat prosedur, cacat norma, dan cacat hukum, karena dua pansel eksternal dinilai tidak kompeten dan tidak fair.
Masih menurut Asep Rojudin, seharusnya Bupati dewasa dan profesional dalam mengelola manajemen kepegawaian di lingkungan Pemkab Jepara. Seharusnya Bupati juga juga fokus kerja dan mencari solusi atas segala permasalahan di Jepara dengan memberdayakan semua perangkat birokrasi. ”Bukan malah bersih-bersih birokrat, untuk mendukung langkah politiknya mengikuti kontestasi 2024,” tegas Asep Rojudin. (hp)