SAMIN-NEWS.com, DARI jumlah 65 sekolah baik tingkat SD maupun SMP peserta program Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS) Dirjen Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, untuk Kabupaten Pati sebanyak 45 sekolah di antaranya menggarap seni pertunjukan ketoprak. Sedangkan sisanya yang 20 sekolah, mengambil seni tari, wayang , teater dan juga ada yang memilih seni barongan.
Karena itu dalam satu tahun atau di Tahun 2021 ini Pati akan mempunyai anak-anak sebagai kader penjaga khazanah seni budaya leluhur yang bisa menabuh gamelan sebanyak hampir 500 orang. Jika dari jumlah tersebut yang masih bersedia ikut menjaganya sampai usia dewasa sebanyak 250 anak saja, benar-benar akan menjadi warna tersendiri dalam khazanah seni budaya lokal.
Belum lagi ditambah anak-anak yang bisa memainkan seni pertunjukan ketoprak juga ratusan, jika dihitung untuk satu sekolah menampilkan pemain rata-rata 15 anak, tergantung cerita yang dipilih, sudah berapa ratus anak pernah mengenal kesenian tradisional peninggalan leluhurnya. Dalam kondisi seperti sekarang, maka anak-anak yang disasar dalam program GSMS tersebut sangatlah tepat, dan lebih jauh lagi jika telah mereka juga masih tetap bisa mempertahankan serta menguri-urinya.
Hal tersebut bukan kebanggaan, jika anak-anak kita pada masanya sudah mengenal seni budaya leluhurnya, melainkan selanjutnya bisa mempertahankan. Karena itu, maksud Dirjen Kebudayaan untuk tahun mendatang (2022) konon akan mengalokasikan program GSMS kepada anak-anak SD dan SMP di Kabupaten Pati sebanyak 120, bukan jumlah yang sedikit, tapi benar-benar tugas berat bagi para seniman untuk menjawabnya.
Terlepas dari hal tersebut, dari hasil program yang dibesut dan disiapkan sejak Juli lalu, kini sudah memasuki tahap-tahap akhir di mana anak-anak harus diberi kesempatan menunjukkan kemampuan hasil jerih payahnya mengenal seni pertunjukan ketoprak (yang terbanyak). Hanya sayangnya, untuk tampil dalam kesempatan ini hanya bisa dilakukan secara virtual, karena kondisi masa pandemi Covid-19 memang belum mengijinkan.
Dengan demikian, sebanyak 45 sekolah anak-anak peserta program GSMS selama 10 hari akan tampil dalam pertunjukan secara bergantian di aula Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Dengan demikian, hari-hari adalah kesempatan terakhir mereka dalam penggemblengan, sehingga sisa waktu yang masih tersedia ini harus benar-benar dimanfaatkan secara maksimal.
Apalagi, jika dalam kesempatan lain, anak-anak ini juga diberikan bonus untuk bisa tampil lagi setelah program GSMS. Sedangkan bonus dimaksud, tentu sebagai penyemangat karena bisa menunjukkan kemampuannya di depan khalayak, utamanya mereka yang mendapat peran sebagai penabuh gamelan yang mengiringi berlangsungnya pertunjukan teman-temannya bermain saat bermain ketoprak.
Sedangkan kesempatan yang harus diberikan kepada anak-anak penabuh gamelan itu tak lain, mengajaknya melakukan pertunjukan bersama-sama di suatu tempat terbuka. Semisal di ruas jalan sekeliling simpanglima Pati, tidak perlu menggunakan panggung tapi cukup lesehan biar mereka berekspresi setelah mengenal salah satu unsur seni budaya peninggalan leluhurnya.
Tidak ada yang terbuang percuma, jika hal itu pun diagendakan dan dialokasikan anggaran secara rutin tiap tahun, dan pembinaannya diserahkan kepada para ahlinya. Apa salahnya, jika anak-anak ini juga diberi kesempatan atas nama ”hak”-nya. Semoga anak-anak tidak hanya sekadar jadi slogan, bahwa mereka adalah aset masa depan bangsa.
Aaaah, apa memang benar demikian??