SAMIN-NEWS.com, MASUKNYA program Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS) di Pati beberapa tahun terakhir ini, memberikan pengalaman baru bagi anak-anak usia SD dan SMP yang sekolahnya menjadi sasaran program tersebut. Paling tidak, di antara sekian banyak anak tersebut sekarang sudah ada di antara mereka yang bisa menabuh gamelan, dan bahkan sudah mampu mengiringi seni pertunjukan teater tradisional, ketoprak.
Sebab, dari program tersebut kebanyakan sekolah memilih untuk memainkan seni pertunjukan ketoprak itu dengan beberapa alasan. Di antaranya tentu saja, karena dalam seni pertunjukan tersebut sudah melibatkan banyak personel. Yakni, mulai penabuh gamelan saja rata-rata harus dilakukan sepuluh anak, dan masih ditambah lagi para pemain sandiwaranya juga membutuhkan banyak personel yang terlibat.
Dengan demikian, banyak anak-anak sekolah yang bersangkutan terlibat di dalamnya atau bisa masuk menjadi peserta program GSMS, sehingga tepat jika dalam program tersebut anak-anak banyak dilibatkan. Apalagi jika besutan ceritanya juga menuntut untuk menampilkan banyak pemain, sehingga hal itu tidak bisa dihindari meskipun bagi para seniman hal itu juga merupakan tersendiri dalam proses berlatihnya.
Akan tetapi, kata beberapa seniman yang bertanggung jawab sebagai pelaksana program tersebut, hal itu justru dianggap mempunyai nilai tersendiri karena yang dilatih adalah anak-anak sehingga tingkat kesulitannya tentu lebih tinggi dibanding melatih orang-orang dewasa, semisal tikngkat SMA/SMK. ”Ternyata anak-anak yang dilatih dua kali pertemuan dalam sepekan ini sudah bisa menghafal naskah, dan membawakan peran sesuai tuntutan cerita,”ujar salah seorang di antara mereka, Nirwan B.
Salah satu contoh di antaranya, lanjut dia, adalah besutan cerita Ki Terjan yang dimainkan oleh anak-anak dari SD Negeri 02 bukanlah cerita yang mudah, karena di dalam cerita tersebut harus memunculkan tokoh Ki Terjan. Yakni, sisa-sisa laskar terakhir dari Kerajaan Majapahit yang hendak mengembalikan kejayaannya setelah luluh lantak diserang Kesultanan Demak, meskipun waktu itu Girandawardana dari Kediri juga menyerangnya.
Dalam cerita yang sudah tidak asing bagi masyarakat penggemar tontonan ketoprak, terdapat tokoh-tokoh selain Sultan Patah juga ada Sunan Bonang, Sunan Kudus juga Sunan Kalijaga yang sejak awal konflik antara Demak dengan Padepokan/Perguruan Ki Terjan, di Mejagung Kalijaga sudah dicurigai sebagai pihak yang mendukung Ki Terjan. Apalagi, ketika Kalijaga juga diminta Bonang untuk mengislamkan Ki Terjan juga menolak.
Sedangkan Ki Terjan sendiri, memang sengaja memulai membangun konflik dengan Demak karena sengaja mendirikan perguruan tidak minta izin pada Sultan Demak. Bahkan, melalui salah seorang muridnya yang juga mempunyai tujuan sama, Joko Sengoro juga dibujuki untuk membunuh Sultan Patah, sehingga konflik di antara Dewan Wali pun tak bisa dihindari.
Sampai akhirnya, Ki Terjan harus menghadapi Senopati Demak, yaitu Joko Genthong atau nama lain dari Sunan Kudus, dan saat menghadapi pasukan Demak Ki Terjan mendapat pinjaman pusaka ampuh dari Sunan Kalijaga, yaitu Kutang Gondhel Ontokusumo. Dengan cara itu, Sunankalijaga akhirnya meminta kembali pusaka tersebut setelah mengalahkan para Senopati Demak, dan sebagai gantinya Ki Terjan diberikan ganti pusaka paling ampuh, yaitu dengan membaca dua kalimah syahadad.
Itulah salah satu kelebihan Sunan Kalijaga, sehingga Ki terjan bersedia membaca syahadad tersebut, maka tanpa disadari bahwa tokoh itu sudah berhasil di-Islamkan oleh Sunan Kalijaga. Tapi cerita itu pun masih berlanjut, karena Sunan Kudus dipilih sebagai Senopati Demak melawan Ki Terjan, belum berhasil ditaklukkan, yaitu sesuai perintah Bonang tokoh itu harus di-Islamkan.