SAMIN-NEWS.com, PATI – Sebagai seniman yang pimpinan Grup Ketoprak Cahyo Mardiko, komedian Laswito yang lebih dikenal sebagai Thukul cukup antusias saat mendapat tugas melaksanakan Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS) ke SMP Negeri 1 Jakenan. Sebab, yang bersangkutan ternyata lulusan dari SMP tersebut, sehingga dengan penuh kesadaran dia tetap mempunyai kecintaan sebagai alumnus SMP tersebut.
Kendati awalnya sempat gamang mengingat anak-anak yang akan memainkan seni pertunjukan ketoprak itu, ternyata baru kali pertama mengikuti program GSMS. Akan tetapi, berkat dukungan semua pihak, utamanya adalah lingkungan sekolah, akhirnya anak-anak pun dipatok untuk memegang peran cerita yang dibesutnya sebagai pelatih dan juga sutradara, yaitu cerita Babad Pati serial Mendhut Boyong yang sudah biasa dimainkan banyak grup ketoprak di Pati.
Setelah melalui proses beberapa kali pertemuan dalam latihan, jadilah besutan cerita yang dimainkan anak-anak SMP 1 Jakenan sekarang ini sudah layak untuk ditampilkan sebagai tontonan seni pertunjukan. Dasar pertimbangannnya, karena dari tampilan rata-rata pemain/pemeran cerita tersebut memang ada beberapa kelebihan, tapi juga masih ada beberapa kekurangannya yang masih harus dibenahi pelatih/sutradara.
Untuk kukarangannya, ada beberapa yang menonjol yaitu rata-rata dalam berdialog kebanyakan masih terburu-buru dan takut salah dalam menghafal naskah. Karena itu, mereka belum bisa mengekploitir secara maksimal tokoh sosok yang diperankan, dan terkesan juga buru-buru agar secepatnya menyelesaikan tugas sebagai pemeran yang dibawakan.
Kelebihan anak-anak peserta GSMS asuhan Thukul ini ada pada adegan permain laga yang sudah menyamai laganya pemain profesional, dengan teknik-teknik perkelahian menggunakan jurus-jurus bela diri. Biasanya, para penonton dalam gelaran pertunjukkan ketoprak profesional menyenangi adegan tersebut, lebih-lebih jika disodori dengan gerakan salto yang memukau.
Terlepas dari hal tersebut, kembali ke adegan para pemain yang pada awalnya berbekal pemahaman tentang seni pertunjukan ketoprak adalah nol, maka solusinya tetap harus berlanjut dalam berlatih. Dengan kata lain, jika nanti prigram GSMS sudah berakhir maka kegiatan berlatih seni pertunjukan ketoprak oleh pihak sekolah harus tetap dilanjutkan melalui kegiatan ekstrakurikuler oleh pihak sekolah yang bersangkutan.
Ditanya berkait dengan persiapan pementasan pertunjukan ketoprak GSMS SMP yang bersangkutan, Thukul menegaskan, dia mendapat dukungan dari pihak sekolah bahwa saat berlangsung monitoring, pementasannya harus sudah urut seperti tontonan ketoprak. ”Karena itu, panggung untuk keperluan tersebut juga disediakan serta diawali dengan pembuka sebagaimana pertunjukan seni ketoprak profesional,”ujarnya.
Sementara itu, besutan cerita ”Mendut Boyong” yang biasa dibawakan oleh banyak grup ketoprak termasuk dalam GSMS ini, adalah Panembahan Senopati yang pernah menitipkan putri boyongan, Roro Mendut kepada Ki Gede Rogowongso. Akan tetapi Joko Kemudo, putra adik seperguruannya, Ki Gede Jiwonolo jatuh cinta dan bersumpah sehidup semati dengan Roro Mendut, meskipun upaya untuk melamar dan meminangnya ditolak mentah-mentah oleh Ki Gede Rogowongso.
Sampai pada akhirnya, Panembahan Senopati mengutus Tumenggung Wiroguno untuk mengambil putri boyongan itu untuk dibawa ke Mataram, sehingga Joko Kemudo pun mengikutinya sampai ke Katemenggungan dengan menyamar menggunakan nama Pronocitro. Akan tetapi pasangan cinta sejati ini harus mengorban nyawanya, karena ternyta Tumenggung Wiroguno pun tertarik kepada Roro Mendut untuk mengambilnya sebagai istri.