SAMIN-NEWS.com, PATI – Selamanya petani tak pernah mempunyai posisi tawar maksimal, secara turun temurun tak bisa dihindari, karena hal itu bisa terjadi dalam kondisi apa pun. Seperti sekarang, misalnya, adalah saatnya para petani di wilayah perbatasan dua kabupaten itu memanen hasil jerih payahnya menanam lombok merah.
Akan tetapi dalam kondisi yang seharusnya masih musim kemarau beberapa waktu lalu hujan sempat turun mengguyur, dan belakangan ini berhenti lagi, sehingga tanaman lombok para petani sekarang ini terserang penyakit yang disebut ”pathek.” Hal itu terjadi, justru saat tanaman lombok mengalami puncak panen ketiga yang akan berlangsung hingga panenan kelima, maka terjadinya penurunan panenan tak bisa dihindari.
Beberapa petani ketika dijumpai di pusat penjualan hasil palawija itu, di sisi utara jembatan alur Kali Juwana, masuk Desa Bulung Cangkring, Kecamatan Jekulo, Kudus menuturkan, sekarang ini kondisi maraknya jenis penyakit tanam itu sedang marak. Sedangkan sasarannya adalah buah lombok yang pada awalnya cukup bagus, karena selain panjang juga besarnya mencapai ukuran jari kelingking rata-rata orang dewasa.
Karena mendadak hujan sering turun, maka ketika proses lombok yang semula hasil hijau untuk berubah warna menjadi merah, maka saat itulah penyakit ”pathek” menyerang. ”Dampak dari serangan penyakit tersebut, akhirnya bagian pucuknya menjadi luka kemudian mengering, dan jika tidak segera dipetik penyakit itu akan menyerang dari bawah ke atas,”ujar salah seorang di antara mereka, Sunardi (57), warga Bulung Cangkring.
Upaya untuk mengatasi serangan penyakit itu, lanjut dia, sudah dilakukan para petani secara maksimal dengan menyemprotkan obat-obatan yang selama ini biasa mereka gunakan. Akan tetapi, semua tidak membuahkan hasil, dan bahkan penjual obat-obatan pertanian tersebut menyatakan jika obat-obatan yang dijual itu bisa menyembuhkan penyakit ”pathek” yang menyerang buah lombok merah itu adalah bohong besar.
Sebab, penyakit tanaman lombok jenis itu memang sudah ada sejak dulu atau muncul secara alami bila menjelang musim panen, tapi kondisi cuaca kemarau tiba-tiba turun hujan. Padahal, petani yang menanam lombok di wilayah Bulung Cangkring, Kecamatan Jekulo Kudus juga Poncomulyo, Desa Gadudero, Kecamatan Sukolilo dan sekitarnya cukup banyak.
Dengan demikian, setiap musim kemarau tanaman lombok maupun jagung dan terakhir adalah semangka menjadi pilihan para petani. Bahkan dia sendiri, untuk sekarang ini menanam lombok merah seluas satu bahu (5 kotak), tapi serangan penyakitnya tak bisa dihindari saatnya puncak musim panen, yaitu saat harus memetik untuk kali ketiga.
Dari rata-rata kemasan karung plastik dengan isi 50 – 60 kilogram lombok merah , jika dipilah oleh pembeli/pedagang pengumpul bisa saja yang rusak terserang ”pathek” terkumpul antara 1,5 s/d 2 kilogram. ”Selain serangan penyakit, untuk harga jual pun sering tidak menentu sehingga kadang-kadang hasilnya tidak bisa maksimal, karena untuk memetik/memanen lombok membutuhkan pekerja dengan upah setengah hari Rp 60.000/orang, masih harus menyediakan sarapan pagi,”imbuhnya.