Membesut Cerita ”Sang Gajahmada” Butuh Keberanian Sutradara

SAMIN-NEWS.com, JIKA sutradara maupun pelatih seni pertunjukan ketoprak seperti dalam program Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS), memilih membesut lakon ”Sang Gajahmada,” tentu sadar betul akan keberaniannya untuk mempersiapkan diri. Utamanya, adalah personel yang harus memerankan masing-masing tokoh dalam cerita tersebut, karena memang  membutuhkan jumlah pemain cukup banyak agar saat penampilan dalam pertunjukan itu tidak pincang.

Apalagi sasaran objek pembelajaran dalam GSMS ini, adalah anak-anak yang masih duduk di bangku SD dan SMP, sehingga dari sisi kemampuan seni peran tentu masih harus diasah agar maksimal. Karena itu dengan memberikan kepercayaan kepada anak-anak seperti peserta pembelajaran dalam GSMS dari SDN Kudur, Kecamatan Winong yang tampil di hari ke -8, Kamis (4/November) 2021 kemarin, sutradara/pelatih dituntut juga kemampuan yang maksimal.

Sebab, siapa pun sadar bahwa dalam hal berkesenian masalah faktor bakat dan kemampuan menjadi bagian atau unsur utama, baru berikutnya proses berlatih untuk mengasahnya. Sehingga harus menyadari benar, bahwa dalam hal ini khususnya anak-anak kemampuannya tak bisa dipaksakan, tapi hal itu mampu dikerjakan oleh seniman, Bowo Asmoro yang selain seorang dalang juga mampu mewarisi bakat kedua orang tuanya dalam bermain ketoprak.

Karena itu dalam alur besutan lakon tersebut, titik utama adalah adegan saat Gajahmada mengucapkan pernyataan/sumpah yang dikenal dengan Sumpah Amukti Palapa pada upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangkubumi Majapahit. Peristiwa tersebut berdasarkan catatan dalam kitab Pararaton, berlangsung 1258 saka atau 1336 masehi atau pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit di bawa kekuasaan Tribhuwana Tungga Dewi.

Beginilah bunyi sumpah Amukti Palapa Gajahmada yang kala itu kali pertama menyebut kalimat ”Nuswantara,” atau Nusantara yang akhirnya menjadi nama Indonesia hingga sekarang. ”Lamun huwus kalah Nusantara isun Amukti Pala, lamun kalah Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana Isun Amukti Palapa.”

Gajahmada mengangkat Sumpah Amukti Palapa di hadapan Ratu Tribhuwana Tungga Dewi saat diangkat sebagai Patih Amangkubumi Kerajaan Majapahit.(Foto:SN/dok-ed)

Di sisi lain kala itu Majapahit juga dilanda pembrontakan oleh para punggawa yang yang tidak puas yang berlangsung masa pemerintahan Raden Jaya Negara yang terkenal dengan pemberontakan Keta dan Sadeng (1319). Bahkan saat pemberontakan berlangsung usia Gajahmada baru 19 tahun, tapi sebagai bhayangkara negara berhasil menyelamatkan raja mengungsi ke Bedander, tapi sampai diangkatnya sebagai Patih Amangkubumi pada masa Tribhuwana Tungga Dewi, pemberontakan yang awalnya dipicu kekecawaan Rakuti, Rasemi, dan Ra yang lain belum juga berhasil dipadamkan.

Dengan demikian, alur cerita tersebut tak bisa lepas dari konflik yang terjadi di internal lingkungan kerajaan, dan hal itu masih ditambah pemberontak-pemborantak kecil kerajaan yang tidak mau tunduk di bawah kerajaan Majapahit. Sehingga kisah-kisah konflik tersebut harus menjadi bagian cerita ”Sang Gajahmada,” maka membutuhkan pemain dalam jumlah banyak, dan untuk mengaturnya tentu bukan pekerjaan mudah.

Ratu Majapahit, Tribhuwana Tungga Dewi usai mengangkat Gajahmada sebagai Patih Amangkubumi.(Foto:SN/dok-ed)

Di hari ke-8 dalam tampilan pertunjukan hasil kerja GSMS ini selain dari SDN Kudur, Kecamatan Winong juga ada tampilan ketorak dari SDN 01 Godo juga di Kecamatan Winong dengan lakon ”Rara Jonggrang,” SDN 01 Bulumulyo, Kecamatan Batang menampilkan ” Pengkhianatan Raden Pusara,” dan SDN Kepohkencono, Kecamatan Pucakwangi membawakan lakon ”Sendang Sani.” Disusul SDN 01 Kertomulyo, Kecamatan Trangkil menampilkan kesenian Mandailing dengan lakon ”Raja Mati,” dan berikutnya sendratari sejarah tari Mandailing dari SDN 02 Ngarus, Kecamatan Pati.

Sesuai jadwal pertunjukan ke-9, Jumat (5/November) 2021 hari ini kesenian ketoprak akan kembali tampil, di antaranya dari GSMS SDN Pagendisan, Kecamatan Winong membawakan lakon ”Timun Mas,” disusul SDN 03 Kuniran, Kecamatan Batangan membesut cerita ”Pagodan,” dan SDN 03 Sukoharjo, Kecamatan Wedarijaksa membawakan cerita ”Brubuh Kediri.”  Disusul pertunjukan seni barongan dari SD 05 Trangkil, Kecamatan Trangkil menampilkan cerita ”Gembong Amijoyo,” dan penampail terakhir hari ini adalah GSMS dari SDN 01 Dukutalit, Kecamatan Juwana dengan cerita ”Catur Tunggal Bumi Pati”.

Previous post E-Koran Samin News Edisi 04 November 2021
Next post Ketinggian ”Gunung Sampah” di TPA Masih Bisa Dimaksimalkan Sampai 8 Meter

Tinggalkan Balasan

Social profiles