SAMIN-NEWS.com, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Zenzi Suhadi menilai apa yang dilakukan oleh negara-negara di dunia dalam upaya komitmen penurunan emisi pada konferensi COP 26 beberapa waktu lalu di Glasgow belum mengarah pada jalur yang tepat.
Konferensi tingkat tinggi antar pemimpin dunia ini, ia memandang justru sebaliknya. Target Perjanjian Paris untuk menjaga suhu bumi tidak melewati ambang batas 1,5 derajat celsius. Komitmen penurunan emisi semua negara yang terlibat dalam negosiasi justru mengarah pada kenaikan suhu bumi mencapai 2,7 derajat celsius.
Menurutnya, mekanisme perdagangan karbon dan offset emisi atau mengimbangi emisi yang dihasilkan di satu tempat dengan pengurangan emisi di tempat lain adalah bagian dari solusi palsu tersebut.
“Skema perdagangan karbon dan offset emisi merupakan skema keliru karena tidak efektif mengurangi emisi secara drastis dan cepat, tidak menjadikan rakyat sebagai subyek, akan memperluas konflik, perampasan tanah dan memperuncing ketidakadilan,” ujarnya dikutip website resmi WALHI, Sabtu (13/11/2021).
Zenzi mengatakan perdagangan karbon dan offset emisi tidak lebih dari sekedar perampasan ruang hidup rakyat dengan kedok hijau serta menjadi skema greenwashing bagi korporasi perusak lingkungan.
Ia memaparkan celakanya skema inilah yang juga didorong oleh Indonesia, sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidatonya di COP 26. Hal itu merupakan langkah keliru, yang akan memberi ruang bagi negara utara dan korporasi untuk mengelak dari tanggung jawab penurunan emisi di negara mereka sendiri dengan cara menghentikan penggunaan energi fosil dan moda produksi dan konsumsi yang tinggi emisi karbon.
“Sebagai negara kepulauan dan yang memiliki hutan tropis nomor tiga terluas di dunia, Indonesia seharusnya mengambil kepemimpinan perundingan iklim, karena selain sebagai bangsa yang akan paling menderita oleh perubahan iklim, jalan keluar krisis iklim ada di nusantara. Presiden selalu menjanjikan kemajuan bagi bangsa ini, tapi dalam perundingan-perundingan internasional cenderung mengekor,” ucap Zenzi.
Pemerintah harus menyusun ulang kebijakannya dan mengambil fokus pada semangat pemulihan lingkungan dan hak rakyat. Jalan terbaik dari aksi penyelamatan iklim adalah dengan cara mengakui, menghormati dan melindungi hak, nilai dan praktik-praktik yang dilakukan oleh rakyat dalam menjaga hutannya.
Pihaknya menegaskan negara harus berani memaksa korporasi untuk bertanggungjawab atas kerusakan dan kontribusinya terhadap krisis iklim disertai memulihkan kerusakan yang telah mereka lakukan. Negara juga harus berani mengoreksi dan mengubah kebijakan yang meletakkan investasi sebagai tujuan utama diatas keselamatan rakyat dan lingkungan hidup.