SAMIN-NEWS.com, SAMA sekali tidak ada niatan warga Dukuh Randu, Desa Kutoharjo, Kecamatan Pati, menggelar pembelajaran tentang proses demokratisasi berkait dengan pelaksanaan pemilihan penjaga kubur (Pilgabur), Minggu (23/Januari) 2022 kemarin. Pemilihan penjaga kubur dengan proses pencoblosan nama-nama calon pendaftar tersebut, memang menjadi pilihan yang tak bisa dihindari.
Hal itu semata-mata, agar di antara warga tidak saling bersinggungan atas kepentingan dalam memberikan dukungan calon yang dijagokan. Sebab, jumlah mereka ada empat orang yang berdasar nomor urut dalam pemilihan (1) adalah Sadiyo, (2) Pujiono, (3) Sulasmono, (4) Lasno, dan akhirnya Sadiyo yang memenangkan pemilihan tersebut dengan mengantongi perolehan 179 suara.
Atas keterpilihannya sebagai penjaga kubur di dukuh tempat tinggalnya, papar beberapa warga setempat, pada Minggu malam (tadi malam), warga RT 02 dukuh itu pun kedatangan para mantan calon yang menjadi rival dalam persaingan tadi pagi sebelumnya. Ketiga calon yang tidak terpilih tersebut, dengan ”legawa” untuk mengucapkan atau memberi ucapan selamat atas terpilihnya Sudiyo pesaingnya.
Tampaknya hal itu adalah sesuatu yang biasa, tapi dalam ”Pilgabur” tersebut bisa dipetik satu pelajaran berharga dalam berdemokratisasi, yaitu ”siap menang siap kalah,” sehingga tidak dampak negatif yang muncul atas kekalahan calon yang menjadi rivalnya. ”Padahal, kondisi sebagai dampak kekalahan dalam hal pemilihan di Pati, khususnya pemilihan kepala desa menimbulkan hal-hal yang berkepanjangan,”ujar salah seorang, tokoh muda dukuh setempat, Pamungkas.
Jika calon yang tidak terpilih bersama pendukungnya, ternyata tidak berpotensi memunculkan hal-hal di luar balutan kekecewaan, tentu saja wajar. Sebab yang berlangsung di Dukuh Randu hanyalah pemilihan seorang penjaga kubur, sehingga ke depan tidak menjanjikan gengsi dan harga diri sebuah jabatan yang menuntut atas dihormatinya orang yang keluar sebagai pemenang.
Kendati demikian, siapa pun mereka jangan sampai abai terhadap tugas-tugas penjaga kubur yang jika tidak ditetapkan akan memunculkan permasalahan tersendiri di kalangan warga. Karena itu, satu hal yang patut dipuji adalah tingginya tingkat kesadaran warga setempat untuk hadir menggunakan pilihannya, sehingga tidak berlaku yang selama ini menjadi kebiasaan warga Pati ”ola huwik ola obos” atau kalau tidak ada uang tidak mencoblos.
Bahkan kerelaan mereka hadir di TPS ”Pilkabur” tersebut, justru kebanyakan atau lima puluh persen lebih adalah dari kalangan ”emak-emak.” Dengan kata lain, kelompok inilah yang mewakili kepala keluarga yang mempunyai hak pilih, di mana satu kepala keluarga (KK) adalah satu hak pilih khususnya kalangan laki-laki, tapi diambil posisinya oleh emak-emak.
Hal lain yang juga cukup menarik perhatian, adalah dalam penyikapan ”Pilgabur” ini ternyata juga mengundang pihak atau warga lain desa berdatangan setelah mendengar kabar di Dukuh Randu ada pemilihan. ”Mereka tak lain, adalah kelompok orang orang yang selama ini bila ada pemilihan kesukaannya adalah botohan (bertaruh), dan kebisaan tersebut sampai saat ini belum juga hilang,”tandas Pamungkas, menyayangkan.