SAMIN-NEWS.com, JIKA ada pepatah bahwa ”kuman di seberang lautan tampak,” tapi gajah di pelupuk mata adalah sebaliknya, hal itu tentu dianggap mencederai rasa keadilan di masyarakat di Kabupaten Pati. Sebab, kabupaten ini sekarang tengah gencar memberangus praktik prostitusi sehingga kompleks yang ada pun dengan tegas ditutup sudah beberapa bulan lalu.
Tidak hanya cukup sengan itu, karena selain Kampung Baru (KB), Ngemblok, luar tembok sebelah kanan Pasar Hewan Margorejo juga terdapat satu kompleks lainnya yang sudah terkenal dan punya nama cukup tenar. Yakni, yang disebut Kompleks Lorong Indah (LI) di Dukuh Bibis, Desa/Kecamatan Margorejo, dan awal keberadaannya sudah berlangsung sejak awal 1999 hingga sekarang.
Khusus kompleks yang disebut terakhir, selain ditutup praktik prostitusinya juga harus dibongkar fasilitas bangunannya, karena dianggap melanggar Perda tentang RTRW. Karena kawasan tersebut, adalah menjadi bagian dari pertanian berkelanjutan, serta menjadi kawasan hijau, sehingga dilarang keras di lokasi berdiri bangunan dalam bentuk apa pun.
Akan tetapi, jika kondisi tersebut dikaitkan dengan pepatah di atas, maka ada sesuatu hal yang jelas-jelas tampak, ternyata sampai sekarang justru terjadi pembicaran. Kondisi tersebut, apalagi jika tidak menyangkut deretan warung di pinggir jalan raya yang justru memberikan ”layanan plus”, kecuali satu warung yang memang benar-benar murni berjualan.
Dengan demikian, papar salah seorang yang setiap saat mengetahui kondisi sebenarnya warung itu, atau sebut saja namanya –S Mamet–, jika memang ingin membersihkan praktik prostitusi, seharusnya baik yang berada di dalam kompleks yang sudah ditutup juga perlu diikuti yang berada di luar kompleks. Bahkan tempat yang disebut terakhir, sudah beberapa bulan ini berdekatan dengan Pos Pengamanan kompolek-komplek prostitusi di Margorejo yang sudah resmi ditutup.
Akan tetapi para pengunjung sama sekali tanpa merasa sungkan, dan juga tidak peduli pagi, siang, malam maupun dinihari. ”Padahal, bapak-bapak yang bertugas di tempat itu secara bergantian hingga 1 X 24 jam, ternyata juga dianggap sepi saja, sehingga apa bedanya yang di beberapa tempat ditutup tapi yang di pinggir jalan dibiarkan,”ujarnya.
Sementara dari sumber yang mengetahui kondisi lokasi tersebut, tarif penyedia jasa juga tidak terlalu mahal tergantung hasil kesepakatan, di mana hasil kesepakatan biasanya paling murah adalah Rp 100.00 dengan durasi cukup singkat. Dengan tarif jasa sebesar itu, pemilik tempat/warung sekali pakai mendapat bagian Rp 20.000, dan jasa keamanan swakarsa juga besarannya sama, sehingga penyedia jasa mendapat Rp 60.000.
Bahkan yang membuat geleng kepala ketika ada seorang peminta-minta dari hasil jerih payahnya meminta belas kasihan dalam bentuk recehan ditukarkan di bank, menjadi ratusan ribuan ternyata juga menuju ke tempat tersebut melakukan transaksi esek-esek itu. ”Bahkan saat selesai, penyedia jasa diminta mengambil sendiri untuk bayarnya,”ujar sumber itu sambil geleng-geleng kepala.
Ditanya dalam kesempatan terpisah berkait hal tersebut, Kepala Satpol PP Kabupaten Pati, Sugiyo AP MSi menyampaikan belum ada tindakan dan langkah yang dilakukan. ”Kami belum menerima petunjuk,”ungkapnya.