SAMIN-NEWS.com, PATI – Dalam menyikapi peristiwa kecelakaan di lokasi lampu pengatur lalu lintas, di Perempatan Bleber Pati, maka untuk menghindari agar tidak terjadi perdebatan saling menyalahkan atau mencari benarnya sendiri, maka perlu dibaca ulang UU No 22 Tahun 2009. Yakni, tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ), khususnya pada pasal-pasal yang mengharuskan ada kendaraan untuk didahulukan saat melintas di jalan raya.
Utamanya, yaitu Pasal 134 UU tersebut yang menyatakan, ada tujuh (7) kendaraan yang mendapat hak utama untuk didahulukan. Di mana dalam pasal itu menyebutkan, bahwa yang (1) adalah kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksankan tugas.
Berikutnya (2), yaitu ambulans yang mengangkut orang sakit, atau kendaraan lain yang memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, (3) kendaraan pimpinan dan lembaga negera Republik Indoensia, salah satunya adalah Presiden RI. Adapun yang (4), yaitu kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing, (5) kendaraan lembaga internasional yang menjadi tamu negara, (6) iring-iringan pengantar jenazah, dan (7) konvoi atau kendaraan untuk kepentiangan tertentu menurut pertimbangan petugas kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sedangkan yang berikutnya mengikuti, tentu Pasal 135 yang menyebutkan bahwa kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru, dan bunyi sirine. Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan pengamanan jika mengetahui adanya pengguna jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) .
Sementara alat pemberi isyarat Lalu Lintas, dan Rambu Lalu Lintas tidak berlaku bagi kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134. Di sisi lain, masih dalam UU yang sama perlu dituliskan pula dengan mengutip bunyi Pasal 310 ayat (4).
Dalam pasal dan ayat tersebut dijelaskan bahwa ”Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelaleannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun. Selebihnya, adalah dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000 (duabelas juta rupiah).