SAMIN-NEWS.com, JEPARA – KONON buah belimbing Welahan mulai ditanam kali pertama di Dukuh Temenur, Desa/Kecamatan Welahan, Jepara bersamaan masuknya bangsa China ke Jepara. Belimbing itu banyak ditanam di India, Sri Lanka, China dan menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Selain berdagang mereka juga membawa tanaman obat-obatan, dan juga membawa bibit tanaman pangan, termasuk bibit buah belimbing. Bibit buah tersebut kemudian ditanam di sekitar tempat mereka bermukim, karena mudah ditanam dan rasa buahnya pun manis dan segar, kemudian bibit buah ini ditanam juga oleh warga pribumi.
Bahkan pada masa kolonial Belanda tanaman tersebut kemudian dikembangkan secara khusus di Dukuh Temenur. Dukuh itu sendiri sebenarnya masuk wilayah Desa Welehan, tapi letaknya berada di sebelah timur desa Ketileng Singolelo.
Dari pedukuhan itulah belimbing Welahan berkembang hingga mencapai masa keemasan pada Tahun 1980-1990. Belimbing Temenur merajai pasar buah di berbagai kota, di mana semula buah belimbing Temenur ada tiga jenis, yaitu belimbing kunir, belimbing kapur warna putih dan belimbing kecut yang berwarna jingga, karena rasanya memang asam sekali.
Namun dari tiga varietas tersebut, akhirnya berkembang menjadi ratusan jenis sehingga buah belimbing yang melimpah setiap musim panen ini kemudian banyak dijual ke Demak, karena letaknya yang relatif lebih dekat dengan Welahan. Para pedagang luar kota kemudian membeli belimbing Welahan di Kota Demak, maka lambat laun orang lebih mengenal belimbing kunir Welahan dengan sebutan belimbing Demak.
Padahal, saat itu di Welahan terdapat sekitar 100.000 pohon belimbing yang tersebar di Desa Welahan, Ketileng Singolelo, Paren, Kalipucang Wetan, Bugo dan Gedangan. Namun sekarang tanaman belimbing hanya ada di Desa Welahan, Ketileng Singolelo dan Gedangan, tinggal sekitar 1.000 pohon.
Pasalnya, banyak lahan perkebunan belimbing yang sudah beralih fungsi. Selain itu, setelah era reformasi para petani belimbing mulai menggunakan insektisida dan pupuk kimia untuk merawat mengendalikan hama pohon belimbing, dan pada mulanya satu sampai lima tahun mengalami peningkatan produksi panenan yang melimpah.
Namun setelah itu, hasil panenan mengalami penurunan drastis karena banyak pohon belimbing yang mengalami kerusakan dan mati. Hal tersebut disebabkan penggunaan insektisida dan pupuk kimia yang berlebihan, sehingga memunculkan hama baru seperti perekat batang, maka buah belimbing kunir yang lezat rasanya kini semakin memudar.
Apalagi, sebenarnya nilai jual belimbing kunir itu sangat tinggi dan minimal berbuah empat kali dalam setahun. Jika dirawat dengan baik, satu pohon bisa menghasilkan 50 kilogram, dan harga buah belimbing nonorganik ketika musim kemarau seperti sekarang di tingkat petani Rp 13.000/kilogram. Sedangkan buah belimbing kunir organik bisa laku di pasaran Rp 20.000 s/d Rp 25.000 per kilogram.
Setelah panen belimbing langsung diantarkan ke tempat bakul buah yang sekarang hanya tinggal 4 orang. Selesai dikemas dalam keranjang, buah belimbing dijual oleh para bakul ke pasar Jepara Kota, Pasar Bintoro Demak dan Pasar Bitingan Kudus, Jepara, Semarang dan bahkan Jakarta.
Saat ini ada keiinginan kuat dan harapan dari para petani belimbing di Welahan dan Ketileng Singolelo, untuk bisa mengembangkan Belimbing Kunir Welahan – Ketileng Singolelo. Atau membuat pasar dan even khusus untuk memasarkan belimbing ini, dan juga mengembangkan kembali tanaman buah tersebut, agar jumlahnya tidak semakin berkurang setiap tahun, mengingat tanaman buah ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Bagi siapa saja yang ingin menikmati kelezatan belimbing Kunir Temenur Welahan dan Ketileng Singolelo dapat menghubungi Edy Mustofa. Alamatnya Dukuh Bedayun RT 3 RW 4 Desa Ketileng Singolelo, Kecamatan Welahan, Jepara dengan nomor telepon/WA 082333816167.