Polemik Pasal RKUHP Dimata Masyarakat yang Disahkan Awal Juli 2022

SAMIN-NEWS.com, KUDUS – Penerapan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dibentuk oleh Pemerintah dan DPR, yang rencananya disahkan awal Juli 2022 menuai polemik di kalangan masyarakat.

Pasal tersebut menui banyak polemik sebab, berisi ancaman bagi masyarakat dan elemen lainnya.

Begini bunyi draft pasal 240 RKUHP sebagai berikut:

Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.”

Lalu, apa yang termasuk kategori kerusuhan dalam masyarakat yang bisa di pidana?

“Yang dimaksud dengan keonaran adalah suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang (anarkis) yang menimbulkan keributan, kerusuhan, kekacauan, dan huru-hara,” demikian bunyi penjelasan Pasal 240 Rancangan KUHP tersebut.

Pasal 240 RKUHP yang berisi ancaman hukuman 3 tahun penjara itu akan dinaikkan menjadi 4 tahun, bila penghinaan yang dimaksud dilakukan di media sosial, sebagaimana bunyi draft  pasal 241 RKUHP berikut ini:

“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4(empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.”

Pasal tersebut menuai polemik dikalangan masyarakat, khususnya Fatoni warga Dersalam Kudus.

Ia menilai jika pemerintah ingin membuat aturan tersebut harus dikaji dan disosialisasikan dahulu oleh masyarakat. “Sebelum membuat aturan harusnya dikaji dulu, apakah cocok untuk masyarakat kita atau tidak, takutnya menimbulkan perdebatan panjang,” katanya.

Perdebatan panjang yang dimaksud adalah ketika Pemerintah dan DPR membuat aturan tersebut dan sudah tahap final, namun ditarik kembali akibat banyak yang memakan korban. “Sebelum membuat harus di sosialisasikan dahulu, agar sebagai lembaga tertinggi, bisa sepemikiran dengan rakyatnya,” pungkasnya.

Penulis
Adam Naufaldo

Previous post Satpol PP Masifkan Sosialisasi Pemberantasan Cukai Tembakau Ilegal
Pembukaan Festival Memeden Gadhu serentak dibuka oleh para Dinas Pemerintahan, para seniman, dan para budayawan yang hadir dengan menarik tali yang terhubung dengan gadhu atau orang-orangan sawah Next post Festival Memeden Gadhu Dibuka, Targetkan Tahun 2023 Desa Kepuk Peroleh Legalitas Desa Wisata Budaya

Tinggalkan Balasan

Social profiles