SAMIN-NEWS.com, KUDUS – Inisiasi DPRD Kabupaten Kudus yang telah membuat delapan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) yang disampaikan ke Bupati Hartopo di Ruang Rapat Paripurna itu berlangsung kondusif, Rabu (25/1/2023).
Diketahui, adapun isi dari delapan Ranperda yang diprakarsai oleh DPRD Kudus pertama, Ranperda tentang fasilitas pondok pesantren. Kedua, Ranperda tentang penyelenggaraan pendidikan.
Ranperda tentang fasilitas ibadah haji, lalu Ranperda tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Ranperda tentang pelayanan dan perlindungan buruh, serta sumber daya air.
Ada juga Ranperda tentang pemberdayaan desa wisata dan Ranperda tentang bantuan hukum bagi warga miskin. Diharapkan Ranperda tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Bupati Kudus Hartopo mengatakan, penyusunan delapan Ranperda yang di inisiasi oleh DPRD Kudus itu bermaksud memberikan dasar hukum bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi Daerah.
“Berharap mampu memenuhi kebutuhan masyarakat untuk menghadapi
tuntutan zaman di era globalisasi dan perkembangan situasi, serta keterbukaan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, kemudian Bupati Kudus Hartopo memberikan apresiasi atas delapan Ranperda yang diajukan oleh DPRD Kabupaten Kudus.
Selain itu, dihadapan para dewan ia juga menyampaikan pandangan terhadap Rancangan Peraturan Daerah, seperti Ranperda Kabupaten Kudus tentang Fasilitasi Pondok Pesantren.
“Sebagaimana kita ketahui bersama, pengaturan mengenai Pondok Pesantren sebetulnya bukanlah kewenangan Pemerintah Daerah,” tuturnya dihadapan dewan.
Meskipun hal itu sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, khususnya Pasal 48 ayat (3) yang diatur bahwa Pemerintah Daerah hanya bisa membantu pendanaan penyelenggaran Pesantren.
“Pemda hanya bisa membantu melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah sesuai dengan kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tandasnya.
Namun tentunya tetap memperhatikan kemampuan keuangan daerah. Lalu, Fasilitasi Pondok Pesantren sebagaimana tertuang dalam rancangan perda berupa bantuan pendanaan untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan yang merupakan fungsi pesantren.
“Hal itu seperti Pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat, kiranya yang perlu kita bahas secara mendalam adalah bentuk bantuan keuangan, tata cara pemberian, serta bagaimana pengelolaannya oleh Pondok Pesantren,” tandasnya.
Hartopo melanjutkan, untuk Ranperda tentang fasilitasi ibadah haji sebagaimana mengatur tentang Pondok Pesantren di atas, kewenangan dalam pengaturan mengenai Haji merupakan kewenangan Pemerintah Pusat.
Dalam Uu No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan Peraturan Pelaksanaannya, kewenangan Daerah dalam penyelenggaraan Haji.
“Pembentukan PPIH Daerah dan pengusulan Petugas Haji Daerah, pembiayaan perjalanan dari daerah asal ke embarkasi atau dari debarkasi ke daerah asal, pembiayaan tersebut termasuk akomodasi dan penyediaan konsumsi jemaah haji,” ujarnya.
Kemudian, ada enam Rancangan Peraturan Daerah, masing-masing tentang penyelenggararaan pendidikan, tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan, pelayanan dan perlindungan buruh, sumber daya air, pemberdayaan desa wisata, bantuan hukum bagi warga miskin.
“Terhadap enam Rancangan Peraturan Daerah tersebut secara substansi Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan saya sepakat untuk dibahas lebih lanjut,” pungkasnya.