SAMIN-NEWS.com, KUDUS — Pembeli rumah di Perumahan Graha Alka Kaliwungu telah melaporkan tiga Notaris ke Majelis Pengawas Daerah (MPD) Kudus. Ketiganya berinisial DFH, EE dan DO dan diduga melakukan pelanggaran kode etik, Senin (3/4/2023).
Koordinator Komite Advokasi Konsumen Perumahan Graha Alka Kaliwungu Kudus Aditya Fitriyanto menjelaskan, kehadirannya menemui pihak MPD Kudus bertujuan untuk klarifikasi sidang laporan dugaan pelanggaran kode etik.
“Panggilan kami untuk klarifikasi sidang laporan, tentang dugaan pelanggaran kode etik notaris di Kudus kepada konsumen PT Nagaraja Nusantara Energi,” bebernya.
Aditya Fitriyanto menyampaikan, bahwa pihaknya melaporkan hal tersebut akibat diduga menyalahi prosedural.
“Notaris kita laporkan karena dugaannya menyalahi prosedural. Yang kami ketahui kami masyarakat umum kami tidak mengerti proses hukum yang sudah dijelaskan didalam. Kami prinsipnya punya uang dan pengen beli rumah, kebetulan dapat rumah yang cocok, harga cocok, lokasi cocok, marketing dari PT-nya menyakinkan ditambah menyakinkannya lagi dia bawa kita ke notaris untuk membuat akte perjanjian pengikatan jual beli,” tuturnya.
Lebih lanjut, pada prakteknya saat proses pelaporan ternyata bukan akte nota yang riil melainkan hanya legalisasi.
“Saya bilang kepada Ketua MPD dan pihak yang hadir. Saya disini masyarakat umum yang tidak mengerti hukum. Mereka cuman berprinsip ingin membeli rumah dan digiring ke notaris. Tahunya notaris adalah pejabat yang berwenang dalam hal jual beli rumah, dan mereka percaya,” ungkapnya kepada Samin News.
Pertama, lanjut dia, rumah yang dibeli adalah nyicil. Setelah itu para pembeli rumah menanyakan, apakah rumah yang dibeli aman atau tidak, maksudnya apakah ada sertifikatnya tidak. Lalu dia menuturkan, dalam perjanjian sudah diterangkan, kemudian secara verbal pihak marketing menjelaskan, bahwa rumah yang dijual belikan aman dan tidak dalam suatu jaminan atau bebas sengketa.
“Tadi juga sempat disinggung dikiranya kita meminta ganti rugi oleh notaris. Kami hanya melaporkan dugaan pelanggaran kode etiknya saja. Kami juga tahu betul secara hukum untuk minta ganti rugi, tidak ada kaitannya dengan notaris. Seperti halnya sertifikat kami yang saat ini sedang ada di Bank BPR Gunung Risky Semarang,” tuturnya.
Selain itu pihaknya juga sedang berupaya melakukan negosiasi ke bank tersebut. Namun bank tersebut mengatakan, sesuai prosedural hukum bahwa pihaknya bukan nasabah mereka. Jika ingin melakukan penyelesaian harus dari pihak PT Nagaraja Nusantara Energi selaku developer yang melakukan negosiasi.
“Untuk itu kami disuruh mengikuti dibelakangnya nanti hasilnya apa itulah output yang didapat. Kita juga sudah berupaya mendatangi pihak PT Nagaraja Nusantara Energi namun tidak bisa dan mereka minta surat menyurat dalam kasus penyelesaiannya,” ucapnya.
Namun saat pihaknya sudah melaksanakan permintaan yang diinginkan oleh PT Nagaraja Nusantara Energi, tetap saja tidak ada balasan berarti. Kemudian ia memberikan batas waktu selama lima hari, hasilnya pun masih nihil. Setelah berjalan lima hari pihaknya juga masih sabar menunggu hingga dua minggu, tetapi hal itu masih tidak ada balasan berarti.
“Akhirnya kita putuskan untuk memberikan somasi sebanyak tiga kali namun hal itu masih tidak diindahkan. Kami masih mengupayakan ke badan perlindungan konsumen nasional, dan juga melaporkan ke badan penyelesaian sengketa konsumen. Cuman kita nyari BPSK di Jateng itu ternyata namun masih vakum. Dan kami sedang digiring ke bpsk terdekat yang bisa membantu kami diluar pengadilan,” paparnya.
“Kami juga mengupayakan ke notaris, karena dalam prosesnya kami tidak pernah melihat proses penandatangan hadir pihak penjual dan selalu diwakilkan staffnya. Jadi yang bersangkutan tidak ada ditempat. Dan waktu dalam proses mediasi kami dijelaskan oleh pihak PT Komisaris dan direksi seakan-akan tidak mengetahui adanya jual beli rumah tersebut. Memang betul dia sebagai pengembang dan developer tapi dia bilang tidak mengetahui, itu mungkin dia sambil melempar tugas lapangannya mereka,” tambahnya.
Lebih lanjut, dengan dasar itu pihaknya memiliki kekhawatiran terkait PPJB yang tidak sah. Hal itu yang mendorong untuk mendatangi ke salah satu notaris.
“Jangan-jangan PPJB kami bisa dibilang tidak sah. Karena hal itulah kita terdorong mendatangi salah satu notaris, yakni DF. Waktu itu didatangi salah satu anggota kami berdasarkan izin rekaman tersebut saya tidak hadir. Pertama, dia menanyakan AJB memang agak melenceng. Ajb nya kenapa ada tanda tangannya, materai lengkap, namun tidak nomor AJB-nya, tidak ada tanggal hari dan nominalnya kosong,” ungkapnya kepada Samin News.
“Tapi dia sudah menerima salinan asli. Dalam perjanjiannya tidak pernah melakukan kesepakatan untuk terlebih dilakukan AJB-nya. Yang mereka tahu AJB tersebut dilakukan berdasarkan dia sudah merasa lunas dan punya hak atas tanah tersebut. Kemudian berdasarkan rekaman yang ada notaris DF mengelak bahwa tidak pernah membuat dokumen tersebut. Akhirnya kami tunjukan foto dan akhirnya tidak mengelak. Setelah itu dia melempar permasalahan itu ke pihak PT,” sambungnya.
Kemudian DF keesokan harinya melaksanakan pertemuan dengan salah satu anggota pihaknya, pihak PT dan notaris.
“Dalam pertemuan itu output yang diminta dari anggota kami, kan ada pasal menerangkan dalam PPJB bilamana akad tidak dapat dibuktikan bisa dikembalikan dua kali lipat. Tapi disitu dia tidak meminta dua kali lipat,” bebernya.
Ketua MPD Notaris Kabupaten Kudus yakni Radot BM Sitompul menyampaikan, tiga notaris yang telah dilaporkan oleh konsumen Perumahan Graha Alka ini sudah didengar olehnya untuk kemudian digelar sidang kode etik. Hasil dari sidang tersebut ternyata pelapor belum bisa membedakan antara akta notaris dan akta legalisasi.
“Legalisasi itu yang buat para pihak. Pihak pelapor menganggap bahwa akta legalisasi itu notaris yang buat. Pihak pelapor juga beranggapan bahwa akta legalisasi itu notaris yang membuatnya. Dan pihak di sini penjual dan pembeli sudah membuat perjanjian sendiri lalu datang ke notaris untuk mensahkan tanda-tangannya,” paparnya.
Sementara itu untuk aduan pelanggaran kode etik karena tidak menyaksikan proses penandatanganan antara pengembang dan
konsumen tersebut juga akan jadi laporan. Pihaknya akan membuat kesimpulan dari sidang dan rencananya akan dilaporkan ke Kantor Wilayah MPD Notaris Provinsi Jawa Tengah.