SAMIN-NEWS.com, Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam negara kesatuan republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 1). Pemilu merupakan ajang pertarungan politik modern yang diharapkan mampu melahirkan pemimpin-pemimpin yang pro dengan kepentingan rakyat, sebagai bentuk perwujudan Demokrasi yakni dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Berdasarkan keputusan KPU nomor 552 Tahun 2022, pada pemilu yang akan diselenggarakan pada 14 februari 2024 nanti akan ada 18 partai politik (parpol) nasional dan 6 parpol lokal aceh yang akan mengikuti kontestasi politik sebagai peserta pemilu, yang sebelumnya ditetapkan berjumlah 17 partai politik nasional dan 6 partai lokal aceh. Pada saat ini terkait dengan sistem pemilu yang digunakan nantinya masih menggunakan sistem pemilu 2019 yaitu sistem proporsional terbuka, ataukah nanti MK memutuskan untuk merubahnya menjadi sistem proporsional tertutup, hal itu menjadi topik pembahasan yang hangat baru-baru ini.
Bagi peserta pemilu, strategi perlu disiapkan secara matang dan terukur dalam rangka meraih simpati publik agar dapat memperoleh dukungan yang maksimal dalam kontestasi pemilu mendatang. Dengan masa kampanye yang singkat dibandingkan dengan sebelumnya, yakni hanya 75 hari tentunya itu akan memacu langkah para peserta pemilu untuk segera melakukan upaya-upaya pendekatan kepada calon pemilih tanpa menunggu jadwal kampanye yang telah ditetapkan KPU yaitu pada hari Selasa, 28 november 2023 mendatang (berdasarkan PKPU nomor 3 Tahun 2022). Hal itu dibuktikan dengan banyaknya gerakan ”mempromosikan diri” yang dilakukan oleh parpol maupun calon kandidat peserta pemilu baik dilakukan dengan cara menjumpai secara langsung calon pemilih maupun yang dilakukan di media sosial baru-baru ini.
Kenyataan yang harus diketahui dan dipahami bahwa kehadiran media sosial dalam sistem politik Indonesia yang terbuka membawa konsekuensi menjadikan media sosial hadir sebagai ruang pertarungan berbagai macam aktor dengan membawa berbagai kepentingan. Dalam konteks ini, media sosial bagaikan ring tinju yang di dalamnya seluruh elemen masyarakat tidak lagi menjadi penonton, tetapi memungkinkan mereka ikut bertarung di ring tersebut. Akhirnya kegaduhan sulit dihindari di media sosial. Harus diakui, suka atau tidak,akhir-akhir ini isu politik menjadi pemicu maraknya konfrontasi di media sosial seperti hate speech, saling hujat, dan lain sebagainya di Tanah Air. Ekspresi politik, saling hujat, saling bela pilihan politik dan merendahkan pilihan lain yang awalnya di dunia nyata, kini bergeser ke dunia maya. Tidak heran kemudian intensitas fake news dan atau berita-berita hoax di media sosial begitu viral di media sosial. Para aktor dan korban penyebar hoax tidak lagi tuggal, melainkan lebih kompleks. Aktor penyebar hoax pun tidak hanya disebarkan pelaku kriminal, banyak juga dilakukan oleh mereka yang sekadar iseng, menyerang bermuatan politik, menyuarakan hatinya, atau hanya sekedar mencari sensasi.
Di era digital saat ini media sosial diyakini sebagai media tempur dan sekaligus menjadi senjata yang ampuh untuk memikat hati calon pemilih terutama kaum milenial. Jelas saja, melalui media sosial para politikus dan partainya memanfaatkannya untuk berkomunikasi dan menyampaikan visi misi mereka secara efektif dan efisien. Dengan memanfaatkan medsos terutama melaui platform populer seperti instagram, Tiktok, Youtube, Facebook, Twitter yang cenderung akrab dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, maka itu akan dapat mencuri hati pemilih secara luas tanpa harus ke lapangan yang tentunya akan membutuhkan pengadaan logistik yang lumayan besar dan kecenderungan akan terjadinya praktik politik uang (money politic) yang sangat kental dikarenakan tidak semua orang ikut dalam kegiatan tersebut bertujuan mendengarkan paparan program yg disampaikan parpol maupun calon kandidat, akan tetapi mengharapkan adanya bagi-bagi uang. Praktik politik uang adalah PR besar yang masih menjadi realita penyelenggaraan pemilu di Indonesia saat ini. Tentunya hal tersebut musti menjadi tanggung jawab yg bukan hanya oleh penyelenggara pemilu, akan tetapi menjadi tanggung jawab kita semua agar terwujudnya pemilu yang fair dan berkeadilan.
Media Sosial ibarat seperti dua mata pedang, baik dan buruk tergantung siapa yang memegangnya. Media sosial selain dapat digunakan untuk menyebarkan informasi secara cepat, juga tidak perlu menghabiskan biaya yang besar untuk menggunakannya, mudah untuk mengaksesnya, juga lebih bersifat global dalam menyebarkan informasi secara massal. Pemanfaatan media sosial sebagai alat untuk meraih dukungan seyogyanya memperhatikan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh partai politik ataupun kandidat calon peserta pemilu berdasarkan aturan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku di masyarakat. Konten dan informasi yang diunggah pada media sosial haruslah bersifat edukatif, kredibel, dan dapat dipertanggung jawabkan. Jangan sampai media sosial digunakan untuk menjatuhkan lawan politik dengan cara-cara yang tidak benar, menjadikannya ajang fitnah (black campaign), menciptakan permusuhan, perpecahan diantara anak bangsa.
Meskipun pemerintah dengan sumber dayanya telah membuat regulasi untuk membendung potensi negatif yang ditimbulkan oleh terlalu bebasnya ruang di media sosial, yaitu Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang mulai berlaku tanggal 28 November 2016 dimana diantaranya adalah menuntut masyarakat agar lebih berhati-hati di ranah media sosial. Membuat dan menyebarkan informasi yang bersifat fitnah, tuduhan maupun SARA yang mengundang kebencian, dilarang dan dapat dikenakan tuntutan. Oleh karena itu diharapkan kita semua untuk bijak dalam menggunakan media sosial, terlebih di tahun-tahun politik sekarang ini, sehingga berkontribusi positif terhadap perkembangan demokrasi bangsa serta terselenggaranya pemilu yang damai dan tidak menimbulkan perpecahan bangsa.